"Setelah kami berunding dengan klien kami, terhitung dengan putusan ini, kami mengajukan banding terhadap putusan ini," kata ketua tim penasihat hukum Djoko, Juniver Girsang di Pengadilan Tipikor, Selasa (2/9/2013).
Djoko terbukti memperkaya diri sendiri sebesar Rp 32 miliar dalam proyek pengadaan driving simulator roda dua dan roda empat. Kerugian keuangan negara dalam proyek ini Rp 121,830 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut hakim, terjadi penggelembungan harga (mark up) dari harga simulator yakni Rp 80 juta/unit untuk roda dua dan Rp 260 juta/unit untuk simulator roda empat. Dalam proyek ini PT CMMA mensubkontrakan pekerjaan utamanya ke PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI).
"Penyusunan HPS (harga perkiraan sendiri, red) tidak dilakukan dengan sebenarnya atau mark up. Beberapa komponen dalam HPS sebenarnya tidak ada, beberapa rincian barang sebenarnya hanya satu jenis barang," papar Samiadji.
Meski pekerjaan pengadaan belum selesai seluruhnya, Irjen Djoko menandatangani surat perintah membayar (SPM) untuk simulator roda dua Rp 48,7 miliar.
Irjen Djoko juga terbukti menerima uang Rp 30 miliar dari Budi Susanto (PT CMMA) pada Maret 2011. Uang ini diterima dalam bungkusan 4 kardus.
"Terdakwa memanggil Legimo di ruang kerja. Terdakwa bilang akan ada titipan jadi diminta tidak pulang dulu," ujar Samiadji. Sorenya, staf Budi Susanto menemui Legimo dengan membawa kardus berisi uang tersebut.
"Keesokan harinya Legimo menyerahkan uang dalam 4 kardus ke terdakwa," sebut hakim. Selain itu, Djoko juga menerima uang Rp 2 miliar dari Budi Susanto, sehingga total uang yang diterima menjadi Rp 32 miliar.
Suami Dipta Anindita itu menurut hakim juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan cara membelanjakan, mengalihkan dan mengatasnamakan aset kekayaan dari hasil tindak pidana korupsi.
"Hakim berpendapat harta kekayaan milik terdakwa pada tahun 2003-2010 yang berjumlah Rp 54,625 miliar tidak sesuai dengan penghasilan terdakwa sebagai anggota Polri," ujar hakim anggota Anwar.
(fdn/fjr)