"Tim panel akan memperjelas, apakah perkara pengajuan PK ini prosedural atau tidak. Lalu substansinya, dari sana kita melacak apakah itu logis," ujar Ketua KY, Suparman Marzuki saat berbincang dengan detikcom, Senin (2/9/2013).
Dua saksi yang diperiksa disebutkan terpisah oleh tim panel adalah kalangan advokat dan hakim internal Mahkamah Agung (MA). Suparman berharap keterangan mereka akan memberikan titik terang seperti alasan menerima permohonan PK dari seorang istri buronan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suparman menilai kemungkinan saksi yang akan dimintai keterangan oleh tim panel lebih dari 2 orang untuk mendapatkan gambaran utuh proses yang sebenarnya terjadi. Sementara untuk dugaan adanya aliran suap masih belum jelas hingga saat ini.
"Sangat mungkin berkembang. Nanti di dalam penyelidikan kita melalui saksi dan lainnya, terurai. Nanti semakin jelas terjadi proses. Dugaan aliran dana belum terlalu rinci, kita verifikasi seperti apa, berapa dan siapanya," ucap Suparman.
KY melalui tim panelnya berkonsentrasi untuk mencari tahu adanya pelanggaran kode etik terkait lepasnya koruptor Rp 1,2 triliun tersebut. Sementara di luar kode etik hakim, KY menyerahkan lembaga terkait lainnya.
Timan mengkorupsi uang negara di BUMN PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sehingga negara mengalami kerugian keuangan sekitar Rp 2 triliun. Timan dilepaskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 2002 lalu. Lantas jaksa kasasi dan dikabulkan MA.
Pada 3 Desember 2004 MA mengganjar Timan dengan hukuman 15 tahun penjara dan membayar uang pengganti ke negara Rp 369 miliar dan USD 98 juta. Di tingkat PK, Timan kembali lepas. KY mengendus adanya aroma suap di balik putusan itu.
"Kita koordinasi sendiri, tidak ada kerja dengan Badan Pengawas MA. Kalau KPK kita tidak tahu," kata Suparman menutup perbincangan.
(vid/asp)