Menteri Luar Negeri (Menlu) AS John Kerry menegaskan, pemerintah AS telah melakukan pengkajian yang seksama sebelum menyimpulkan bahwa serangan kimia memang telah dilakukan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad. Kerry pun menegaskan, pengalaman seperti kasus Irak tak akan terulang.
"Komunitas intelijen kami telah mengkaji dan mengkaji ulang dengan seksama informasi menyangkut serangan ini," kata Kerry seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (31/8/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, invasi AS dan sekutu ke Irak beberapa tahun silam dilakukan dengan dalih kepemilikan senjata pemusnah massal oleh rezim Saddam Hussein. Saat itu, intelijen AS meyakini rezim Saddam memiliki senjata tersebut. Namun kemudian terbukti bahwa senjata tersebut tak pernah ditemukan hingga perang Irak pun berlangsung bertahun-tahun.
Dikatakan Kerry, temuan yang menyimpulkan bahwa rezim Assad bertanggung jawab atas serangan kimia itu adalah sangat jelas.
"Saya tidak meminta Anda untuk percaya kata-kata saya begitu saja, silakan baca sendiri -- semua orang, mereka yang mendengarkan, Anda semua -- bukti-bukti dari ribuan sumber, bukti yang telah tersedia secara publik... yang didapat komunitas intelijen kami mengenai serangan senjata kimia itu," tutur Kerry.
Dalam laporan intelijen AS yang dirilis ke publik itu, disebutkan bahwa serangan-serangan kimia pada 21 Agustus itu menewaskan 1.429 orang, termasuk setidaknya 426 orang.
"Bahkan orang-orang yang memberikan pertolongan pertama, para dokter, perawat dan paramedis yang mencoba menyelamatkan mereka, mereka sendiri menjadi korban," jelas Kerry. "Ini adalah horor senjata kimia yang tak pandang bulu, tak terbayangkan," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden AS Barack Obama pun mengakui adanya sikap skeptis yang dipicu dari kesalahan informasi yang mendorong perang Irak tersebut. Obama bahkan menyebut dirinya pun sudah capek dengan perang.
"Tak seorang pun yang lebih capek dengan perang daripada saya," cetus Obama.
(ita/ita)