Para perwakilan dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia dan China bertemu di markas besar PBB di New York pada Kamis, 29 Agustus sore waktu setempat. Ini merupakan pertemuan yang kedua kalinya dalam waktu dua hari.
Namun seperti diberitakan kantor berita AFP, Jumat (30/8/2013), pertemuan itu hanya berlangsung kurang dari satu jam. Sidang berakhir buntu setelah para duta besar melakukan aksi walk out atau meninggalkan ruang sidang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan selanjutnya pada Rabu, 28 Agustus waktu setempat, juga berakhir begitu saja. DK PBB terpecah soal draf resolusi yang diajukan Inggris untuk mengesahkan aksi militer ke Suriah.
Negara-negara Barat anggota DK PBB telah mendorong adanya resolusi mengenai penggunaan kekuatan atas krisis Suriah. Sementara Rusia dan China menentang keras serangan militer atas Suriah.
Spekulasi aksi militer ke Suriah berhembus kencang setelah oposisi Suriah menuding pemerintahan Presiden Bashar al-Assad melancarkan serangan kimia ke basis-basis pemberontak di pinggiran Damaskus. Menurut oposisi, lebih dari 1.300 orang tewas dalam serangan-serangan kimia yang terjadi 21 Agustus itu.
Pemerintah Suriah membantah keras tudingan tersebut. Rezim Assad bahkan menuding para pemberontaklah yang melakukan serangan kimia itu. Tujuannya, untuk mendorong aksi militer internasional terhadap rezim Suriah.
Perdana Menteri Suriah Wael al-Halqi mencetuskan, Barat mencoba mengubah Suriah menjadi Irak kedua. Menurutnya, isu penggunaan senjata kimia semata-mata sebagai dalih untuk melancarkan perang atas Suriah. Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Muallem bahkan menantang AS dan sekutu-sekutunya untuk menunjukkan bukti bahwa pemerintah Suriah telah menggunakan senjata kimia.
(ita/nrl)