Berikut wawancara detikcom dengan mantan Ketua MA, Prof Dr Bagir Manan dalam sela-sela diskusi penemuan hukum di kantor Dirjen Badan Pengadilan Agama, Jl Ahmad Yani, Jakarta, Selasa (27/8/2013):
Bagaimana Bapak melihat kasus PK Timan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi yang harus diperhatiakan, senang tidak senang, putusan itu berkekuatan hukum. Apalagi itu putusan yang maha terakhir.
Saya pernah ditanya juga, apa masih ada upaya hukum nggak? Andai kata yakin negara dirugikan ya ajukan gugatan perdata.
Kalau melakukan gugatan perdata langsung gunakan permohonan penyitaan.
Waktu Bapak mengadili di tingkat kasasi, kok bisa dipidana?
Pertimbangan pertama diajukannya pidana dari kejaksaan. Perkara korupsi memang tidak selalu pidana, ambil uang negara tidak harus straight pidana. Tapi bisa berlatar belakang dari hubungan keperdataan administrasi negara dan lain-lain.
Dia meminjam uang dari bank negara untuk satu proyek A tapi proyek A dia jual sehingga dasar meminjam uang kan dia hilang dan tidak membayar. Saya mau bayar tapi belum jatuh tempo. Tapi dia sudah melakukan penjualan maka itu hukum perdata.
Kemudian bisa juga lewat perbuatan administrasi. Ada bank kesulitan uang, pada tahun 1998 bank itu kesulitan uang bail out untuk menutupi bank yang akan bangkrut.
Tetapi ada kasus lain bank mengalami likuiditas tapi uangnya bukan karena di rush tapi dihabiskan pemilik bank. Sehingga tidak liquid lagi itu administrasi. Dalam contoh Sudjiono timan, menurut majelis bukan karena satu proses bisnis tapi dia memperkaya.
Agar persepsi sesama hakim agung sama soal perdata pidana bagaimana caranya?
Ya harus diperiksa, apakah ini benar-benar pidana atau perdata. Harus teliti.
Timan mengkorupsi uang negara di BUMN PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sehingga negara mengalami kerugian keuangan sekitar Rp 2 triliun.
Timan dilepaskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 2002 lalu. Lantas jaksa kasasi dan dikabulkan MA. Pada 3 Desember 2004 MA mengganjar Timan dengan hukuman 15 tahun penjara dan membayar uang pengganti ke negara Rp 369 miliar dan USD 98 juta.
Di tingkat PK, Timan kembali lepas oleh majelis hakim Suhadi, Andi Samsan Nganro, Sri Murwahyuni, Sofyan Marthabaya dan Abdul Latief. Dalam vonis ini Sri Murwahyuni menolak putusan itu dengan mengajukan dissenting opinion.
(rvk/asp)