Menurut dia, kalimat demi kalimat yang diucapkan sang tokoh terasa sangat berbeda dengan apa yang ia alami saat ini. Khususnya soal lapangan pekerjaan.
Maklum penguhuni blok 6 lantai 4 rumah susun sederhana sewa Marunda, Jakarta Utara ini telah dua bulan menganggur. Sebelumnya dia bekerja di PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN), namun kontraknya tidak diperpanjang mulai awal Agustus lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hingga kini, ia belum mendapat pekerjaan lain sebagai pengganti. “Di sini (Rusun Marunda) susah kerjaannya, kalau tempat enak, layak. Tapi kerjaan susah,” kata Rus kepada detikcom, Selasa (20/8) lalu di Rusun Marunda, Jakarta Utara.
Rus merupakan warga yang dulunya tinggal di bantaran Waduk Pluit dan kini direlokasi ke rusunawa Marunda.
Demi menyambung hidup sejak menganggur, untuk kebutuhan sehari–hari Rusnata mengandalkan tabungannya yang jumlahnya kian menepis.
Untunglah pada saat mudik lebaran lalu ke kampung halamannya di Indramayu Jawa Barat, ia membawa persediaan beras dan beberapa bahan kebutuhan pokok lainnya.
“Setelah mudik, beras semuanya bawa dari kampung. Cukup gak cukup, sisa tabungan yang ada, lama - lama habis juga. Habis sudah. Ngisi kulkas aja sanggup,” kata ayah dua anak ini.
Dengan kondisi tersebut, tanpa ia duga sang istri akhirnya memutuskan menjadi tenaga kerja wanita sebagai pembantu rumah tangga di Singapura. Saat ini, sang istri tengah menjalani pembekalan bahasa Inggris di Bogor, Jawa Barat dan akan segera berangkat.
“Sudah saya rayu tapi dia gak mau, sekarang masih di penampungan di Bogor, visa sudah turun, paspor udah ada, majikan juga sudah ada,” kata Rus.
Rusnata mengaku tidak mampu menahan keinginan sang istri untuk berangkat menjadi TKW. Apalagi semenjak tinggal di rusunawa Marunda, tidak ada kejelasan pekerjaan. Padahal kebutuhan hidup dan biaya pendidikan anak– anaknya makin banyak.
“Sekarang saya lagi nyari-nyari kerjaan, nanya sama teman – teman di Muara Baru,” kata dia.
Masalah sulitnya pekerjaan juga dialami oleh Melinda, 49 tahun setelah direlokasi dari bantaran Waduk Pluit. “Warga (relokasi) rusun Marunda banyak yang pengangguran, cari kerjaan susah disini,” kata dia.
Bahkan Melinda mengaku, hingga kini suaminya belum mendapat pekerjaan. Dulu saat tinggal di Muara Baru, suaminya masih bisa kerja serabutan. “Bolak balik ke Muara Baru, ya dia gak kuat udah tua, kalau di Muara Baru dulu masih bisa kerja serabutan, deket,” kata dia.
Kini untuk memenuhi kebutuhan hidup, Melinda bekerja sebagai pembantu rumah tangga harian di daerah Muara Karang, dengan gaji yang tidak mencapai Rp 50 ribu setiap harinya.
Rus dan Melinda berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperhatikan nasib warga rusun Marunda. Khususnya soal pekerjaan. Sementara untuk pendidikan anak-anak Melinda merasa sudah tidak ada masalah.
“Kalau sekolah udah aman, SD. SMP, SMA itu juga dekat, naik angkot sekali Rp. 2ribu. Cuma masalah kerjaan, tolonglah,” kata Melinda.
(erd/erd)