Meski demikian, bekas warga bantaran Waduk Pluit ini belum dapat mengistirahatkan tubuh paruh bayanya sebab akan melakukan perjalanan selama setengah jam lebih menuju rumah susun sewa sederhana (Rusunawa) Marunda dengan menggunakan moda transportasi Waterway.
“Mau naik bus, sudah gak ada lagi, terakhir jam setengah tiga (14:30) dari Muara Baru,” katanya saat ditemui detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Gak tahu rusak atau apa tapi sampai sekarang (bus) belum jalan lagi, jadi tinggal satu (bus) yang jalan,” ujarnya.
Warga penghuni Blok 10 Lantai 2 rusunawa Marunda ini menuturkan, belum ada kejelasan yang diterima warga kapan bus tersebut dapat beroperasi lagi. Sebab, warga rusunawa Marunda sangat membutuhkan bus untuk meminimalisir biaya transportasi terutama bagi mereka yang sehari–hari bekerja di Pluit.
Nani menuding pihak terkait seolah tidak memperhatikan permasalahan ini. Karena satu unit bus sangat kurang untuk mengangkut warga rusun Marunda ke Pluit dan sebaliknya. Jika hanya tetap satu bus yang beroperasi maka banyak warga yang terpaksa menggunakan angkutan umum dengan ongkos yang tidak sedikit.
“(Muara Baru–Marunda) empat kali ganti angkutan, kalau sekarang ongkosnya nyampe Rp 20 ribu. Kalau udah jam 4 (16:00), angkotnya gak masuk lagi ke dalam, diturunin di STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran), naik ojek lagi, warga yang pulang malam gimana?” beber pembantu rumah tangga harian dengan upah Rp 50 ribu per hari ini.

Ramlan, 38 tahun, tahun menjelaskan bus berwarna biru tersebut berangkat tiga kali sehari dari rusun Marunda yaitu pukul 05:00 WIB, pukul 09:00, dan pukul 13:00. Dengan jadwal keberangkatan tersebut, pria yang bekerja di pabrik mie di Ancol Barat ini mengaku tidak dapat menyesuaikan dengan jam masuk kerjanya.
“Kalau pulang sih gak masalah, kalau berangkat ini yang jadi masalah buat saya,” ujarnya saat berbincang dengan detikcom Selasa lalu.
Penghuni Blok 6 Lantai 4 ini mengatakan, awalnya ia mencoba naik angkutan umum selama dua minggu namun biaya yang ia harus keluarkan untuk ongkos sangat memberatkan. “Pernah coba ngeteng, tapi lebih boros,” kata Ramlan yang mengaku berpenghasilan Rp 2,3 juta per bulan ini.
Jhony Erly, 51 tahun, penguhuni Blok 7 menuturkan, bus yang beroperasi sekarang bukanlah bus Blue Bird pariwisata yang pertama dahulu. Sebab setelah empat bulan, telah berganti dengan bus yang kondisinya buruk dan tidak terawat seperti pintu dan bangku yang rusak serta ban yang sudah ‘botak’ sehingga gampang bocor.
“Warna catnya tetap Blue Bird tapi (tulisan) pariwisatanya dihilangin. Sopirnya minta tanda tangan ke pengelola sore kalau mau pulang,” ungkap Jhony yang bekerja sebagai petugas keamanan rusun Marunda ini.
Dia mengatakan bus yang pertama dulu belum dapat beroperasi karena masih ditahan polisi terkait kecelakaan pada akhir bulan Ramadan lalu. “Masih di polisi,” katanya saat ditemui detikcom di posnya Selasa lalu.
Sementara itu, pihak pengelola rusunawa Marunda justru tidak mengetahui bahwa hanya satu bus yang beroperasi. Saat detikcom mengkonfirmasi, pihak pengelola menjelaskan bahwa tetap dua bus yang beroperasi dengan jadwal seperi biasa.
“Masih beroperasi dua bus, pagi, siang, sore,” kata Mei Nababan, Penanggung Jawab Lokasi Rusun Marunda di ruangannya ketika ditemui Rabu lalu.
Namun, setelah detikcom mengkonfirmasi bahwa berdasarkan penuturan warga dan petugas keamanan rusun hanya satu bus yang beroperasi, pihak pengelola berdalih mereka tidak pernah meng-up date bus tersebut. “Karena yang menangani trasportasi Dishub, kita hanya tahu itu stand by di sana, itu saja,” ujarnya berkilah.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono menegaskan bus tersebut dikelola oleh pengelola internal rusun Marunda. "Kami hanya menangani moda transportasi Waterway," kata Udar kepada detikcom Rabu lalu.
(brn/brn)