Dia mengirim utusan PBB untuk pelucutan senjata Angela Kane ke Damaskus untuk mendesak penyelidikan, demikian kata juru bicaranya Eduardo del Buey, Kamis (23/08).
Aktivis mengatakan ratusan terbunuh dalam serangan di Ghouta yang masuk dalam wilayah Damaskus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun pemerintah, yang membantah tuduhan tersebut, belum memberikan indikasi untuk menyetujui permintaan ini.
Penyidik yang datang ke kota itu pada Minggu (18/08) hanya memiliki mandat untuk memeriksa tiga wilayah lainnya yang dituduh menggunakan serangan kimia. Padahal, lokasi mereka tinggal hanya berjarak 15 kilometer dari lokasi terjadinya serangan terbaru.
Pemeriksaan terhadap tiga wilayah itu termasuk kota di bagian utara Khan al-Assal, lokasi serangan yang diduga menggunakan senjata kimia dan menewaskan 26 orang pada Maret lalu.
Pemerintah Suriah mendeskripsikan tuduhan terbaru sebagai tuduhan yang "tidak logis dan dibuat-buat". Tentara Suriah mengatakan pasukan oposisi membuat klaim palsu itu untuk mengalihkan isu dari kekalahan besar yang baru mereka alami.
Reaksi internasional

PBB telah meminta adanya penyidikan tetapi belum ditanggapi oleh pemerintah Suriah.
Sementara itu, tuntutan internasional atas serangan tersebut terus tumbuh.
Berbicara di BFM TV di Prancis, Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius memperingatkan bahwa Prancis harus bereaksi "dengan kekuatan" jika penggunaan senjata kimia tersebut terbukti.
Ia tidak merinci apakah itu berarti memberi dukungan militer ke Suriah, namun dia mengesampingkan gagasan untuk mengirim langsung pasukan mereka di dalam wilayah tersebut.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya mendesak pengumpulan informasi untuk mencoba untuk menentukan apa yang terjadi di Damaskus.
Jika pemerintah Presiden Bashar al-Assad itu ditemukan berada di balik serangan senjata kimia, hal tersebut akan menjadi "eskalasi yang keterlaluan dan mengerikan", kata juru bicara Jen Psaki.
Presiden Barack Obama memperingatkan tahun lalu bahwa penggunaan senjata tersebut akan melintasi batas "garis merah".
(bbc/bbc)