Bunyi deritan krik-krik terdengar makin kuat, khususnya di area wanita yang berada di bagian depan. Apalagi kalau bus melewati jalan bergelombang. Saat diperhatikan, ternyata ada mur yang sudah longgar di kaca pemisah kursi penumpang di sebelah kanan dengan kursi sopir. Bus bernomor JTM 002 jurusan yang sama lebih parah. Bunyian deritan terdengar dari deretan kursi-kursi yang saat itu memang rata-rata kosong sehingga jadi bising. Sementara besi-besi di pintu kanan depan terlihat berkarat.
Di dalam bus bernomor JTM 055 Dukuh Atas- Ragunan, penumpang penuh sesak oleh remaja dan ibu-ibu yang menggendong anak balita. Sementara anak-anak yang lebih besar berdiri bersama ayah mereka. Sesekali terdengar candaan dari beberapa ibu-ibu yang disambut dengan suara tawa. Keceriaan mereka seakan tak mempedulikan bunyi derit dari pintu bus dan tempat pendingin udara (AC) yang terlihat goyang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
*****
Bus Transjakarta arah Pulogadung-Dukuh Atas pun mirip. Dari Halte Matraman, detikcom mencoba naik bus jenis single berwarna abu-abu yang juga berderit-derit. Kondisinya tak kalah memprihatinkan. Bangku masih lengkap, meski terlihat usang. Tapi tempat penyangga tangan bagi penumpang yang berdiri sudah terlihat hilang sebagian besar. Pintu kanan bagian belakang diberi ganjalan batu yang dibungkus plastik. Pintunya sendiri tak bisa ditutup rapat lagi.
Isman, 38 tahun, konsultan desain interior hanya bisa menggeleng melihat wujud fisik armada Transjakarta. "Tujuan awalnya memang bagus, jadi sarana transportasi yang nyaman, tapai kalau begini masih jauhlah. Idenya bagus tapi komitmen pelayanannya hanya 50 persen," kata dia.
"Kalau armada yang baru masih baguslah, tapi kita sering dikagetkan dengan pintu bus yang terbuka tiba-tiba, enggak bisa ditutup di tengah perjalanan," ujar Isman lagi. Warga Bekasi yang sering menggunakan Transjakarta ini berharap pemerintah serius memberikan pelayanan jika ingin membuat moda transportasi alternatif favorit, seperti tujuan semula. "Beli-beli baru pun kalau enggak dirawat ya nasibnya akan sama saja nanti."
*****
Beda dengan kondisi penumpang dari Ragunan, dari arah sebaliknya (Dukuh Atas-Ragunan) bus-bus dijejali penumpang datang silih berganti. Pengguna Transjakarta Selasa (13/8) siang itu kebanyakan keluarga yang akan berlibur ke Kebun Binatang Ragunan. Tak perlu menunggu lama, bus datang sekali dalam 5 menit.
Tapi beberapa penumpang di halte GOR Soemantri, Kuningan, terpaksa melewatkan hingga enam bus. "Semuanya penuh, saya enggak tega lihat orang-orang berdesakan itu, mending naik P20 (kopaja jurusan Senen-Lebak Bulus)," kata seorang wanita berkerudung sembari buru-buru naik ke dalam Kopaja.
Menjelang tengah hari di Halte Kuningan Timur di Jakarta Selatan ramai. Antrean empat deret dan sekitar lima baris tampak di dua pintu halte bus arah Ragunan. Bus bernomor JTM 060 lewat, semua penumpang berdesakan naik. Padahal di dalam bus juga sudah hampir penuh oleh penumpang dari Dukuh Atas dan berbagai halte yang telah disinggahinya. Seorang bapak yang menggendong anaknya memaksa masuk hingga tas ransel kuningnya sempat terjepit pintu.

Begitu penumpang terangkut semua, tampaklah bungkus permen, tusuk gigi, dan pembungkus makanan ringan berserakan. Salah satu petugas busway berseragam rompi oranye dengan nomor 4234 segera mengambil sapu dan sekop dan membersihkan areal halte. Untuk mengusir hawa panas, dua dari empat kipas angin berdiameter 50 sentimeter di pojok ruangan dinyalakan. Sementara informasi tentang waktu perkiraan bus tiba terpampang di televisi layar datar merek LG yang tergantung di sudut halte.
Waktu tunggu antarbus satu dengan lainnya bervariasi, 5-10 menit. Bus-bus itu berhenti sekitar 30 sentimeter dari tepi halte. Tapi tak jarang ada bus yang berhenti 50-75 sentimeter dari tepi halte sehingga membuat tak nyaman untuk keluar dan masuk bus. Bahkan jarak itu menyulitkan anak dan orang tua. Untungnya petugas bus dengan sigap selalu memberikan bantuan. "Perhatikan langkahnya ya, kasih jalan untuk yang turun dulu," teriaknya setiap kali bus berhenti di halte.
*****
Bus Transjakarta jenis artic (gandeng) warna merah jurusan PGC-Grogol tengah melaju di Jalan Gatot Subroto. Beberapa penumpang masuk ke dalam bus saat berhenti di halte Kuningan Barat. Meski terbilang nyaman untuk dilompati, jarak 30 sentimeter tersebut agak sulit dijangkau seorang kakek tua. Pasalnya, kakek itu pincang karena kaki kanannya terlihat tak tumbuh normal. Petugas busway sigap mengulurkan tangan membantu naik ke dalam bus.
Mirip dengan kondisi penumpang di arah Ragunan, pengguna busway jurusan Grogol juga penuh, namun tak sampai berdesakan. Setidaknya, antarpenumpang tak harus bersinggungan badan. Kapasitas bus Tranjakarta model gandeng memang hampir dua kali lipat bus single. Bus tersebut juga kebanyakan masih lebih baru sehingga tak terdengar "orkestra" sumbang dari kursi maupun mur besi-besi penyangga yang mulai longgar.
Napis, 45 tahun, warga asli Jakarta baru turun dari bus di Halte Semanggi. Dia berjalan transit menuju Halte Bendungan Hilir, menunggu bus jurusan Kota yang akan membawanya beserta istri dan dua anaknya ke Glodok. "Saya jarang-jarang naik (bus Transjakarta), tapi tadi itu nyaman. Petugasnya juga langsung minta penumpang lain berdiri sehingga istri bisa duduk. Kan kasihan juga ya bawa bayi kalau ngerem takut jatuh," kata dia.
Pria yang berprofesi sebagai tukang dan tinggal di kawasana Kuningan itu mengatakan salah satu hal yang terasa merepotkan adalah transit yang cukup jauh. Maklum, halte Semanggi-Benhil adalah salah satu penyeberangan transit busway yang terpanjang.
(brn/brn)