Mudik yang Bergidik
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Catatan Agus Pambagio

Mudik yang Bergidik

Senin, 12 Agu 2013 11:34 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Sebagai bangsa yang katanya kaya akan budaya dan sangat menghormati orang yang lebih tua, masyarakat Indonesia mempunyai banyak tradisi nenek moyang yang sampai hari ini masih dilaksanakan. Salah satunya adalah mengunjungi orang tua atau saudara yang lebih tua di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran, Natal dan lain lain yang disebut mudik.

Mudik, bisa diartikan sebagai mulih nang udik atau pulang ke kampung halaman, adalah merupakan sebuah kebiasaan masyarakat pedesaan atau rural yang telah berurbanisasi ke kota kembali ke daerah asalnya untuk silaturahmi dan atau berlibur ke kampung halamannya.

Mereka berurbanisasi dan tinggal di kota untuk mencari penghidupan yang lebih baik dan ketika uang sudah didapat maka ada kebutuhan lain muncul, yaitu ingin pulang ke tempat asal sambil menunjukkan keberhasilan mereka berurbanisasi ke kota kepada teman dan sanak saudara di kampung. Mudik sendiri juga dilakukan oleh bangsa-bangsa lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mudik seperti saat Lebaran akan terasa biasa ketika pergerakan mudik itu sendiri lancar, tidak berebut alat transportasi, tidak macet, tidak mahal, tidak banyak calo, tidak menyusahkan orang lain dan tidak jatuh banyak korban tewas atau cacat seumur hidup. Mudik di Malaysia ketika Lebaran juga terjadi namun tidak seheboh di Indonesia, mudik ketika Thanksgiving atau Natal di Amerika Serikat juga ramai tetapi nyaman dan tidak heboh.

Mudik Lebaran di Indonesia menjadi bergidik (mengerikan) dan menghabiskan energi seluruh pejabat Negara, ketika pertumbuhan penduduk tidak terkendali dan populasi Indonesia menembus angka 250 juta orang. Semakin seretnya pembangunan infrastruktur paska krisis multi dimensi tahun 1998 juga menjadi salah satu penyebab mudik bergidik. Akibatnya setiap periode mudik Lebaran selalu saja ada ratusan manusia harus meregang nyawa, tewas sia-sia.

Mengapa Mudik Harus Heboh

Mudik Lebaran di Indonesia dari tahun ketahun semakin heboh dan ternyata kehebohan mudik ini berbanding lurus dengan rendahnya pemeratan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kok bisa? Mari kita bahas kaitan mudik dengan pemeratan pertumbuhan ekonomi.

Indonesia sudah merdeka lebih dari 60 tahun dan telah dipimpin oleh 6 orang Presiden, namun pusat pertumbuhan ekonomi tidak juga beranjak dari P. Jawa, khususnya Jakarta. Jadi jangan heran jika sampai hari ini semua warga Negara Indonesia bermimpi pindah atau urbanisasi ke Jakarta. Baik untuk sekolah, mencari pekerjaan, berkarir, mengemis, mencopet dan sebagainya.

Dari tahun ke tahun urbanisasi dari desa atau kota-kota kecil ke kota-kota besar di Indonesia, khususnya Jabodetabek, terus meningkat tanpa bisa dicegah oleh siapapun. Urbanisasi merupakan pergerakan manusia di dalam satu Negara yang memang tidak bisa dilarang karena dilindungi oleh hukum.

Bagaimana orang tidak berurbanisasi ke kota jika mata pencaharian hilang dan lahan pertanian di daerah tempat kelahiran mereka sudah punah antara lain karena peruntukannya dikonversi menjadi industri, perumahan dan sebagainya. Akibat maraknya konversi lahan telah sukses memiskinkan masyarakat sekitar yang awalnya pemiik lahan tersebut.

Selain maraknya konversi lahan, ternyata kegagalan Pemerintah menyediakan infrastruktur merupakan penyebab utama lain berurbanisasinya masyarakat desa ke kota. Perekonomian daerah akan maju jika ada infrastruktur yang memadai, seperti pembangkit listrik, jalan, pelabuhan, bandara, fasilitas air bersih, rel kereta api, angkutan umum dan sebagainya. Bagaimana ekonomi suatu daerah akan tumbuh jika tidak ada infrastruktur tersebut ?

Masyarakat berurbanisasi ke kota tujuannya cuma satu, yaitu mencari penghidupan yang lebih baik. Semakin banyak urbanisasi maka akan semakin banyak masyarakat yang mudik kala Lebaran. Biasanya yang mudik adalah generasi masyarakat urban pertama sampai kedua. Bagi generasi pertama, orang tua mereka masih tinggal di desa/kota awal. Sedangkan generasi kedua harus mudik karena mengantar generasi pertama mudik untuk ziarah atau mengunjungi sanak famili yang masih tinggal di kampung.
Jadi jangan heran jika dari tahun ke tahun mudikers (para pemudik) terus bertambah dari kota-kota besar seperti Jakarta, seiring dengan banyaknya orang yang berurbanisasi ke Jakarta.

Menuju Mudik Yang Aman, Nyaman dan Tertib

Mudik merupakan ritual tahunan yang seharusnya dilakukan dengan nyaman, aman dan tertib tidak berdesak-desaka dengann disertai arisan nyawa seperti sekarang ini. Mudik tahun ini sudah lebih tertib dari tahun tahun sebelumnya, meskipun masih memakan banyak korban tewas tetapi dalam 5 tahun mendatang mudik sudah harus nyaman, aman dan tertib. Caranya ?

Pertama, pemerintah harus segera mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia dalam APBN 2014 sebanyak mungkin. Sehingga dalam lima tahun kedepan pemerataan pertumbuhan ekonomi bisa lebih merata di seluruh wilayah Indonesia. Tanpa infrastruktur yang memadai jangan harap akan ada investor yang datang untuk membangun pabrik, kebun, pusat perdagangan dsb.

Kedua, pemerintah harus kembali mengaktifkan program KB dengan memberdayakan kembali Puskesmas dan Posyandu sebagai pusat pelayanan KB untuk masuarakat supaya pertumbuhan penduduk terkontrol dengan baik dan bisa diselaraskan dengan ketersediaan pangan dan SDA lainnya.

Ketiga, pemerintah harus mempunyai ketegasan terhadap ulah Pemerintah Daerah dalam hal peruntukan dan pengalihan tata guna lahan. Tanpa ada kontrol dari Pemerintah Pusat, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN), maka konservasi lahan membabi buta akan meraja lela dan kemiskinan absolut masyarakat setempat semakin parah.

Jika ketiga hal tersebut diabaikan maka mudik Lebaran akan tetap bergidik. Mudik yang nyaman, aman dan tertib hanya akan menjadi cita-cita dan Lebaran akan selalu menyebabkan ratusan bahkan ribuan orang meregang nyawa sia-sia.

*) Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik

(nrl/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads