Terlibat 1,4 Juta Ekstasi, Adik Kandung Freddy Tak Kunjung Diproses Jaksa

Terlibat 1,4 Juta Ekstasi, Adik Kandung Freddy Tak Kunjung Diproses Jaksa

- detikNews
Senin, 12 Agu 2013 10:46 WIB
Jakarta - Delapan tersangka 1,4 juta butir ekstasi yang melibatkan Freddy Budiman sudah maju ke persidangan. Bahkan proses hukum telah mencapai vonis dan tuntutan. Namun, ada satu tersangka yang berkasnya masih wara-wiri kejaksaan. Berkas itu melibatkan sang adik gembong pil setan Freddy, Johni Suhendra alias Johni Suherman.

Dalam dokumen persidangan Freddy yang didapat detikcom, Senin (12/8/2013) berkas tersebut menampilkan tiga kali proses sidang agenda pemeriksaan saksi, yaitu pada 23 Januari, 15 April, dan 22 Mei 2013. Di setiap materi pemeriksaan hakim nama Johni beberapa kali disebutkan.

Dari pemeriksaan salah satu terdakwa yang terlibat impor 1,4 juta ekstasi, Muhammad Muhtar, diketahui Johni memerintahkan Muhtar untuk mencari gudang untuk penyimpanan satu kontainer ekstasi yang akan tiba di Indonesia dari China.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Muhtar ditangkap 25 Mei 2012, pukul 19.00 WIB. Beberapa kali dia berupaya menghubungi Johni yang memerintahkannya mencari gudang. Namun nomor yang dituju tidak aktif.

Berangkat dari keterangan Muhtar itu, hakim mencecar Johni alasan telepon yang bersangkutan tidak aktif. "Saya diperintahkan Freddy Budiman untuk membuang handphone dan menyuruh saya melarikan diri ke Surabaya," kata Johni seperti yang terlampir dalam berkas persidangan.

Alasan itu didasarkan kepada pemberian upah Rp 700 ribu kepada Muhtar untuk jasa pengawalan kontainer yang membawa jutaan pil ekstasi. Selain itu, Muhtar juga diketahui menggunakan mobil Johni saat mengawal kontainer.

Muhtar sendiri awalnya mengaku tidak tahu menahu mengenai gudang yang akan dituju untuk menyimpan ekstasi. Dalam keterangannya Muhtar mengatakan bahwa Johni lah yang memberikan petunjuk mengenai gudang, berupa rumah toko (Ruko), di Jl Kapuk Raya Blok 17 No 12 A, Kamal, Cengkareng, Jakarta Barat.

Tanpa disadari, setelah mengajak Muhtar ke gudang tersebut, Johni meninggalkan Muhtar seorang diri di depan gudang.

Dari persidangan tersebut, beberapa kali majelis hakim menanyakan status hukum Johni Suhendra. Hakim meminta Jaksa Penuntut segera berkoordinasi dengan penyidik BNN untuk segera memajukan berkas Johni ke persidangan.

Di kasus ini delapan tersangka diseret ke meja hijau. 23 Maret 2013, hakim memvonis Abdul Syukur yang bertugas sebagai pengurus dokumen kepabeanan dan Muhammad Muhtar sebagai pencari gudang, keduanya divonis hukuman seumur hidup.

Sementara Ahmadi dan Tedja Harsoyo yang berperan untuk mengelabui pihak Bea dan Cukai dan menggunakan nama samaran Rudi, divonis hukuman mati. Untuk Hani Sapta Pribowo yang bertugas sebagai perantara dan Chandra Halim sebagai pemesan, keduanya masih menunggu persidangan vonis selanjutnya. Keduanya dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut.

Untuk personel intelejen Bais yang berperan memalsukan dokumen kepabeanan sidang dilakukan di Pengadilan Militer. Belum diketahui vonis yang diketuk hakim, namum kabarnya vonis tersebut sangat ringan dari tersangka lainnya, hanya belasan tahun.

Johni sendiri saat ini masih menyandang status tersangka dan penyidik melepasnya karena alasan masa penahanan sudah habis, sesuai dengan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Sumber detikcom menyebutkan, Johni adalah pemegang aset Freddy. "Dia yang mengelola aset kakaknya (Freddy)," kata sumber tersebut.

"Freddy sempat ngomong, apapun caranya dia harus selamatkan adiknya Joni," imbuhnya beberapa hari lalu.

Direktorat Pengawasan Tahanan, dan Barang Sitaan (Wastahbaset) BNN sendiri mengaku masih melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap aset-set Freddy.

"Pengusutan kasus pencucian uang Freddy masih dalam proses penyelidikan," kata Kombes Sundari, Direktur Wastahbaset, Rabu (17/7/2013).

Sundari tidak merinci tahapan proses penyelidikan yang dimaksudnya tersebut. Namun, dia memberikan sinyal ada keterkendalaan dalam pengusutan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan Freddy.

"Dia sangat lihai dalam kasus ini, sehingga kita harus kerja keras mencari aset-asetnya," kata Sundari.

(ahy/ndr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads