"Saya sebagai pengamat hukum yang tahu dan biasa menangani sengketa pilkada, berkewajiban untuk meluruskan. Komentar (IPW) itu ngacau dan bisa membuat panik dan ruwet suasana di Jawa Timur. Masak urusan C1 bisa disita polisi. Memang ada pidananya di sana," ujar Fahmi Bahmid melalui rilis yang diterima detikcom, Jumat (9/8/2013).
Fahmi menegaskan, pihak-pihak yang tidak memahami mekanisme dan regulasi pemilihan kepala daerah, serta aturan penyelenggaraan pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011, untuk tidak ikut-ikutan mengomentari masalah seperti C1 yang terjadi saat ini dan beredar tidak ada nama pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur (cagub-cawagub) nomor urut 4, Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahmi Bahmid yang juga kuasa hukum KPU Jatim dalam menghadapi gugatan Khofifah di PTUN ini menerangkan, urusan dan permasalahan yang terjadi dalam pilkada, menjadi urusan absolut penyelenggara pemilu yang terdiri dari DKPP, Bawaslu dan KPU.
"Harusnya di-cross cek dulu. Apakah itu form C1 yang terbit dan dicetak setelah keputusan DKPP atau sebelumnya," tuturnya.
Menurutnya, persoalan C1 masih bisa diselesaikan, karena dalam proses Pilgub Jatim, yang terpenting adalah kertas suara, dimana nama dan foto 4 pasangan calon semuanya ada.
"Karena kertas itu sangat menentukan perolehan suara. Pihak-pihak harus bisa membedakan pengertian C1 dan kertas suara. Yang jernih lah kalau menyikapi setiap permasalahan yang terjadi di Pilgub Jatim," katanya.
Ia mengatakan, jika ada pihak pasangan calon atau tim suksesnya merasa dirugikan, lebih baik segara melaporkan ke Bawaslu.
"Karena memang aturannya seperti itu. Marilah kita sukseskan Pilgub Jatim dan mendorong masayarakat menggunakan hak pilihnya sesuai dengan hati nurani dan tidak golput," jelasnya.
(roi/fdn)