Lebaran Suci Tanpa Gratifikasi
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Lebaran Suci Tanpa Gratifikasi

Jumat, 02 Agu 2013 11:26 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
(Foto: dok detikcom)
Jakarta - Hari-hari terakhir puasa menjelang Ramadan berakhir tahun ini, ramai-ramai perusahaan, kelompok usaha dan perkantoran mengalami dilema pro-kontra terkait dengan boleh atau tidaknya memberi dan menerima bingkiran parsel dari mitra kerja.

Momentum Lebaran biasanya terkesan meriah dan mewah, padahal pesan utama adalah bersyukur atas kesucian batin nan fitri setelah sebulan penuh berpuasa. Selain itu juga, pesan untuk berbagi kepada sesama bahkan yang insan yang membutuhkan dengan adanya zakat fitrah.

Terkait dengan hal tersebut, melengkapi momentum fitri dan perubahan manusia menjadi lebih baik. Sebenarnya sudah ada ketentuan resmi dalam rangka membersihkan Idul Fitri dari noda kasus korupsi. Ketentuan tersebut untuk mencegah gratifikasi dalam bentuk parsel dalam lebaran. Seperti yang dipertegas oleh KPK melarang adanya parcel di lingkungan lembaga negara. Himbauan tersebut tertuang dalam surat edaran pada tanggal 26 Juli 2012 dengan nomor surat KPK : B.1827/01-13/07/2012.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Langkah KPK ini sebenarnya positif dan perlu ditindaklanjuti pemerintah untuk melarang adanya parsel dalam Lebaran. Apalagi hal ini sudah diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 tahun 2001 terkait dengan gratifikasi. Dimana pemberi dan penerima dapat dijerat jika merunut pada kasus gratifikasi. Sebab disinyalir dengan gratifikasi tersebut, dapat mempengaruhi kebijakan dari pejabat atau pemerintahan. Kekhawatiran tersebut adalah landasan filofosi kenapa gratifikasi itu dilarang.

Terkait dengan pihak swasta yaitu perusahaan, sebenarnya juga sama konteksnya. Seringkali, gratifikasi yang bernilai mahal juga akan dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Apalagi dalam persaingan usaha yang sengit saat ini, biasanya pengaruh dan pemberian gratifikasi dapat merubah dan mempengaruhi kebijakan perusahaan dalam konteks persaingan bisnis.

Secara kebiasaan umum, memang pemberian parsel adalah tradisi dari sebuah silaturahmi mitra dan jaringan. Akan tetapi, momentum pemberian barang ini saya rasa banyak mudharat-nya atau buruknya daripada manfaat yang akan diterima. Keburukannya, pemberian tersebut bisa bernilai gratifikasi, bermewah-mewah dan cenderung sikap boros. Selain itu, silaturahmi dengan gratifikasi akan menodai kesucian nilai silaturahmi dan saling memaafkan dengan sesama. Lebih baik daripada untuk membeli parsel, hal tersebut dibagikan dan dibelikan untuk membeli beras untuk kaum miskin yang membutuhkan.

Lebih jauh, jika hal tersebut sudah terlanjur, di mana pejabat masih mendapatkan parsel dari mitra usaha atau pihak tertentu lebih baik sesuai dengan aturan gratifikasi di UU KPK, maka pejabat tersebut wajib melaporkan pemberian gratifikasi tersebut kepada KPK dalam waktu kurang dari 30 hari. Hal ini juga dapat meminimalisir konflik kepentingan dan memberikan pembelajaran kepada pemberi parsel yang tidak seluruhnya berniat tulus.

Sebenarnya, ada yang lebih penting diatur oleh KPK dan Pemerintah, yaitu harus ada pelarangan penggunaan fasilitas negara seperti penggunaan mobil dinas untuk mudik lebaran, dan penganggaran APBN/D untuk bantuan lebaran dalam bentuk bantuan cuma-cuma selain Tunjangan Hari Raya (THR). Sehingga tidak adalagi penzaliman setelah bulan puasa, yaitu berlebaran dengan uang rakyat. Hal ini tentu kontradiktif dengan pemerataan kebahagian untuk sesama. Justru akan memperlebar jarak antara penyelenggara negara dengan masyarakat.

Akhirnya, semoga dalam merayakan Lebaran sebentar lagi, hati kita kembali suci tanpa dinodai dengan tindakan korupsi yaitu gratifikasi dan penggunaan fasilitas negara untuk mudik dengan alibi silaturahmi. Semoga lebaran tahun ini bukan hanya melahirkan jiwa yang suci sebagai perbaikan menjadi manusia sempurna, tetapi juga lebaran yang antikorupsi. Selamat lebaran, semoga jiwa ini kembali suci dan antikorupsi.

*) Apung Widadi, Analis Politik Independen, Alumnni Universitas Diponegoro akun twitter @ApungWidadi

(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads