Jelang 70 Tahun, Hakim Agung Komariah: Kami Tidak Butuh Pencitraan

Jelang 70 Tahun, Hakim Agung Komariah: Kami Tidak Butuh Pencitraan

- detikNews
Senin, 29 Jul 2013 11:37 WIB
Prof Komariah E Sapardjaja (ari/detikcom)
Jakarta - Enam tahun memegang palu hakim agung, Prof Komariah Emong Sapardjaja menilai Mahkamah Agung (MA) menjadi lebih baik. Komariah juga optimistis lembaga peradilan tertinggi di Indonesia ini bisa menjadi institusi yang berwibawa dan agung.

Komariah akan purnatugas pada Rabu (31/7) karena memasuki usia 70 tahun. Berikut petikan wawancara Komariah dengan detikcom di sela-sela kesibukannya memeriksa berkas di ruang kerjanya di lantai 3 gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2013):

Bagaimana kondisi MA dibanding zaman Soekarno, Soeharto dan era Reformasi?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MA lebih terbuka tapi keterbukaan itu kadang-kadang nggak enak. Ketika diumumkan ketua majelisnya saya, langsung banyak surat minta dipercepat, minta ini itu. Tapi saya nggak hiraukan karena tidak tergantung saya saja tetapi majelis. Tapi saya tidak menangguhkan perkaranya. Kalaupun nggrundel manusiawi.

Bagaimana dengan kualitas putusan MA saat ini?

Sekarang makin lebih baik karena hakim agung kan minimal bergelar master, lalu banyak yang sudah doktor, ditambah pelatihan dan wawasan.

Harapan ke depan?

MA harus lebih baik lagi, juga para panitera penggantinya harus lebih baik lagi.

Bagaimana cara menjadikan MA lembaga yang berwibawa dan agung?

Tentu lewat putusannya karena mahkota hakim adalah putusan.

Banyak lembaga lain melakukan semacam upaya pencitraan. Apakah hakim agung atau MA juga butuh cara untuk pencitraan?

Tidak boleh. Lembaganya juga nggak boleh karena citra MA ya lewat putusan-putusannya yang baik, perkaranya cepat habis, tunggakan perkara tidak boleh banyak sehingga pencari keadilan tidak menunggu lama.

Sejak 1 Januari 2013 gaji hakim naik sangat besar. Hal ini bisa jadi salah satu faktor memperbaiki peradilan ke depan?

Ya, seharusnya begitu karena dulu sarjana hukum tidak nyaman menjadi hakim. Sekarang mungkin banyak anak-anak muda yang mau jadi calon hakim.

Jadi optimistis generasi baru hakim lebih baik?

Ya, karena ditunjang dengan fasilitas yang lebih memadai. Hakim-hakim sekarang di mana-mana rumahnya nggak kayak dulu. Sekarang lebih baiklah.

Selama 6 tahun menjadi hakim agung apa tekanan terberat yang dialami?

Nggak pernah ada apa-apa. Enjoy saja karena saya nggak pernah tahu yang begitu-begitu.

Pengadilan Negeri Gorontalo ditembaki, rumah dinas hakimnya juga. Apa perlu hakim dipersenjatai?

Saya setuju dengan Pak Hatta Ali (Ketua MA). Hakim tidak perlu dipersenjatai tapi kewajiban dari aparat, bukan karena ditembaki lalu diberi perlindungan. Saya kita itu sering terjadi, pengadilan minta bantuan ke polisi untuk pengamanan.

Baru-baru ini MA digegerkan dengan salah ketik putusan Yayasan Supersemar. Bagaiman Ibu mencegah salah ketik dalam mengadili?

Alhamdulilah sampai sekarang putusan-putusan saya tidak dipersoalkan orang. Bahkan saya mencoba supaya kadang-kadang redaksi saja saya perbaiki. Panitera pengganti belajar bahasa yang baik dan benar tetapi padat dan mudah dimengerti tetapi tetap bahasa yang baik dan benar.

(asp/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads