"Fakta menunjukkan sudah banyak profesi advokat yang terlibat korupsi di sektor peradilan sebagai terhukum maupun teradu/terlapor. Dengan demikian sudah saatnya profesi advokat membuktikan diri mampu membenahi diri mereka," kata mantan anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa dalam keterangannya, Senin (29/7/2013).
Pria yang akrab disapa Ota ini mengaku dirinya sangat prihatin dengan kasus yang terjadi pada Mario. Di tengah gencarnya pemberantasan korupsi oleh negara, kenyataannya masih banyak aparat penegak hukum dan advokat yang melakukan "main perkara".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walaupun kinerja aparat penegak hukum lainnya yakni polisi, jaksa, hakim masih memprihatinkan, tetapi penting dicatat, para penegak hukum itu telah memiliki program pembenahan kelembagaan di lembaga-lembaga tersebut.
"Sebagaimana dapat dilihat dalam berbagai Inpres Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, dan pemberantasan mafia hukum, dan berbagai cetak biru yg dimilikinya. Masyarakat pun bisa ikut mengawasi dan menagih kepada lembaga-lembaga penegak hukum tersebut," urainya.
Sedang advokat, suda terlalu lama mengabaikan aspek integritas tersebut. Ota merinci, sejak PERADi atau KAI berdiri tidak pernah ada program-program perbaikan signifikan untuk membangun sistem integritas mereka.
Mario dan Djodi, pegawai MA terjaring dalam operasi tangkap tangan KPK. Dalam penangkapan itu, penyidik mengamankan uang Rp 78 juta dan Rp 50 juta. Uang itu diduga sebagai uang suap untuk pengurusan kasus penipuan dengan terdakwa Hutomo Wijaya Onggowarsito (HWO) yang tengah bergulir pada tingkat kasasi di MA.
(ndr/fdn)