"Kalaulah hal tersebut benar terjadi, penyadapan bukanlah sesuatu tindakan yang etis dalam kehidupan antar dua negara bersahabat," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada detikcom, Minggu (28/7/2013).
Faiza mengatakan pemerintah juga sudah mengetahui sinyalemen tindakan penyadapan yang dilakukan intelijen Inggris itu melalui pemberitaan media asing. Namun sepengetahuan Faiza belum ada pernyataan dari pihak Ingggris yang membantah informasi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Faiza mengetahui sinyalemen itu melalui media bukan berarti benar terjadi. Oleh karena itu saat itu pemerintah tidak melakukan konfirmasi atas informasi tersebut.
"Mengetahui sinyalamen media bukan berarti benar terjadi. Mekanisme hubungan antar negara kan ada dalam berbagai modalitas, ada yang bersifat diplomatik ada juga kerjasama antara instansi intelijen," tutupnya.
Sebelumnya Media Australia itu mengutip sumber anonim dari intelijen dan Kementerian Luar Negeri di benua kangguru itu.
Media yang memberitakan adalah kelompok Fairfax Media yang membawahi The Age dan The Sydney Morning Herald, seperti dikutip dari dua media itu yang ditulis pada Jumat (26/7/2013).
Australia dalam hal ini hanya menerima keuntungan dari hasil sadapan itu. Sementara yang melakukan penyadapan disebutkan adalah intelijen AS dan Inggris.
"PM Kevin Rudd menerima keuntungan dari kegiatan mata-mata Inggris pada Presiden SBY pada KTT G20 tahun 2009 di London," demikian menurut sumber intelijen dan Kemenlu Australia.
(mpr/nwk)