"Kawulo ngontrak dateng mriki sampun sekawan wulan, ning mriki sewane patang atus sesasi. Kontrakan sing mbiyen sampun didol karo sing duwe omah, dadosipun dikon pindah. Mugi-mugi mangke iso tuku omah dewe, ora opo-opo cilik sing penting duwe dewe, (kami mengontrak di sini sudah 4 bulan, di sini sewanya 400.000 per bulan. Kontrakan yang dulu sudah dijual sama yang punya rumah, jadinya disuruh pindah. Semoga nanti bisa punya rumah sendiri, tidak apa-apa kecil yang penting milik sendiri)," ujar istri Bang Dedi, Sukinih (43) menggunakan Basa Jawa kepada detikcom, Kamis (25/7/2013).
Perempuan asal Ngawi, Jawa Timur ini kemudian berkisah tentang awal pertemuannya dengan Bang Dedi sambil bertatapan dengan Bang Dedi. Diawali 7 tahun lalu saat Sukinih bekerja menjadi PRT di salah satu komplek perumahan di Kreo. Ketika itu sang majikan menyuruhnya membeli obat di Apotek Taman Asri, Jl. Ciledug Raya, Tangerang tempat Bang Dedi biasa mengatur parkir dari jam 3 sore hingga jam 9 malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cukup sering Sukinih diminta membeli obat oleh majikannya di apotek itu. Hampir setiap kali ia ke sana dibantu Bang Dedi untuk menyeberang jalan. Lama kelamaan rasa sayang itu pun muncul dan semakin sering Ia janjian bertemu untuk makan bersama Bang Dedi di warung pecel lele.
"Kita janjian lewat telepon, nggak tahu kenapa saya ngerti apa yang Bang Dedi omongin walaupun cuma lewat telepon. Mungkin memang sudah ada rasa kali ya, jadi tanpa isyarat tangan pun saya ngerti kalau 'emua' itu artinya ngajak ketemuan," kenangnya sambil sesekali menatap Bang Dedi kemudian keduanya tersenyum.
Hubungan Sukinih dan Bang Dedi pun diketahui sang majikan. Ia dimarahi oleh majikan yang telah diembannya selama 8 tahun karena menjalin hubungan dengan seorang difabel yang dianggap tidak bisa memberi harapan. Ponsel milik Sukinih pun di sita selama 3 bulan.
"Selama 3 bulan itu saya ngumpet-ngumpet nelpon Bang Dedi di wartel, saya hafal nomornya. Walaupun tidak bisa ketemuan tapi tetap rasanya dekat. Setelah itu HP saya dikembaliin, setelah saya mengaku tidak berhubungan lagi dengan Bang Dedi," kisahnya dengan mata berkaca-kaca.
Setelah 2 tahun mengenal Bang Dedi akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Maksud Sukinih pun ditentang oleh keluarganya di Ngawi, Jawa Timur.
"Apa yang bisa diarepin dari orang cacat begitu? Nanti kamu malah disengsarakan, Bapak sama Ibu juga butuh biaya untuk hidup," ujar Sukinih menirukan suara kakaknya 5 tahun silam.
Sukinih tidak menghiraukan ucapan kakaknya itu, menurutnya yang penting kedua orang tuanya dapat diyakinkan dan setuju. Akhirnya di tahun 2009 mereka melangsungkan pernikahan sederhana di Jakarta.
"Saya sadar saya juga punya kekurangan, sekujur tubuh saya penuh bekas luka bakar. Nggak mungkin kan saya menikah dengan orang yang gagah dengan kondisi saya begini. Jadi saya milih Bang Dedi yang juga punya kekurangan tapi perhatian, sangat perhatian. Kami jalani kehidupan seperti ini sudah lima tahun," tuturnya.
Figur Bang Dedi yang lebih muda 2 tahun darinya dianggap bertanggung jawab walaupun dengan keterbatasannya. Uang yang berhasil dikumpulkan dari hasil mengatur jalan dapat menghidupi istri dan ibunya, tidak hanya itu Bang Dedi pun selalu mengirim uang sejumlah Rp 50.000 - Rp 100.000 untuk mertuanya di Ngawi, Jawa Timur.
Setahun yang lalu ada mahasiswa yang memberi modal Sukinih untuk berjualan. Sukinih pun dapat berjualan sate kulit ayam, ceker ayam, dan kepala ayam di depan gang tempat tinggalnya.
"Saya tidak tahu apakah orang normal juga sedemikian bertanggung jawab seperti Bang Dedi, bekerja dengan ikhlas walaupun hasil tidak seberapa dan masih ingat dengan keluarga," pungkasnya.
Tak lama kemudian Bang Dedi melihat angka yang ditunjukan jam tangannya dan berkata menggunakan bahasa isyarat bahwa akan berangkat mengatur parkir di Apotek Taman Asri. Sang istri membantunya mengeluarkan motor kemudian Bang Dedi pun berangkat mencari nafkah untuk keluarganya yang tercinta.
(bpn/gah)