PKB Digoyang 'Raja Dangdut' Rhoma Irama

PKB Digoyang 'Raja Dangdut' Rhoma Irama

- detikNews
Jumat, 26 Jul 2013 10:48 WIB
Jakarta - Secara sepihak Rhoma Irama mengaku sudah meneken kontrak politik sebagai capres PKB. Pernyataan Rhoma membuat galau internal PKB. Manuver sang 'raja dangdut' menggoyang partai pimpinan Muhaimin Iskandar ini.

Internal PKB dibuat sebal oleh manuver Rhoma Irama. Sejumlah elite PKB mengeluh karena manuver Rhoma Irama tak produktif, bahkan membuat kelas menengah kurang simpati terhadap PKB.

Padahal awalnya Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandarlah yang pertama kali mengutarakan niat ingin mencapreskan Rhoma Irama. Kala itu PKB semangat sekali mendorong pencapresan Rhoma, sampai Bang Haji akhirnya tak kuasa menahan ambisi politiknya untuk konsolidasi menatap Pilpres 2014.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut sejumlah sumber di internal PKB, tim sukses Rhoma Irama terus bergerilya. Soneta Group dan penggemarnya terus bekerja di berbagai daerah. Internal PKB mensinyalir pemasangan spanduk Rhoma dengan kuda putih dan tulisan "Partai Ksatria Bergitar" adalah bagian dari manuver tim sukses Rhoma.

Dugaan ini bukan pepesan kosong belaka. Rhoma terang-terangan menyebut PKB sebagai 'Partainya Ksatria Bergitar' dalam kunjungan sosialisasinya ke Bandung, Kamis (25/7) malam kemarin.

Manuver politik Rhoma yang semakin santer menjelang Pemilu 2014 tak mau dibiarkan bergulir begitu saja oleh PKB. DPP PKB langsung mengeluarkan pernyataan resmi menegaskan bahwa Rhoma belum berstatus sebagai capres PKB. Sekaligus menegaskan bahwa kontrak politik yang disebut Rhoma diteken 2 April lalu bukanlah kontrak pencapresan.

Namun Rhoma agaknya tak bisa dibendung. Apalagi internal PKB sudah terlanjur sepakat Rhoma akan berkeliling dalam rangkaian kampanye PKB. Tak bisa dipungkiri, popularitas Rhoma di atas angin. Mungkin merasa PKB membutuhkannya, Rhoma tak sungkan menunggangi PKB sebagai kendaraan menuju Pilpres 2014.

Rhoma tak bisa menutupi ambisinya, namun di berbagai survei elektabilitas Rhoma juga belum signifikan. Sebagai gambaran, di dunia politik popularitas terkadang tidak sejalan dengan akseptabilitas dan elektabilitas alias tokoh tenar tidak selalu disukai dan dipilih oleh rakyat dalam rangkaian pesta demokrasi.

"Namun dalam diskusi dengan saya, Rhoma tidak bisa membedakan popularitas dengan elektabilitas," kata pengamat politik UIN Jakarta Gun Gun Heryanto, kepada detikcom, Jumat (26/7/2013).

(van/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads