Dalam gugatannya, Kejaksaan Agung menggugat Yayasan Supersemar untuk mengembalikan USD 420 juta dan Rp 185 miliar. Namun dalam amar putusan, majelis hakim yang terdiri dari Harifin Tumpa, Dirwoto dan Rehngena Purba menghukum Yayasan Supersemar mengembalikan 75 persen dari USD 420 juta dan 75 persen dari Rp 185 juta.
Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali tidak memberikan komentar atas kasus ini. Hatta Ali menyerahkan permasalahan ini kepada Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur. Berikut wawancara detikcom dengan Ridwan di sela-sela acara di gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (24/7/2013):
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itu ada peringatan keras bagi yang bersangkutan, tapi kan internal sifatnya dan menjadi catatan bagi yang bersangkutan. Kami berikan teguran keras dan kontinyu juga.
Bagaimana dengan 3 hakim agung yang memutus, apakah dipidana?
Hakim agungnya kan sudah pensiun. Halaman yang lain kan bener semua, cuma kurang 3 angka di tengah dan jaksa akan mengajukan peninjauan kembali (PK) kan dan itu cepat kok.
Sudah diakui kesalahan pengetikan. Biasanya direnvoi (diperbaiki-red). Tapi sekarang kan nggak bisa.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD bilang sering terjadi salah ketik di MA dan itu menjadi sebuah pola. Menurut Bapak?
Yah..habis bagimana namanya juga manusia. Kan juga tetap bisa direnvoi, seperti Teddy Tengko (terpidana korupsi). Tapi kan tidak ada yang dirugikan dari itu, toh ada upaya hukum yang bisa dilakukan.
Mengapa salinan putusan lama diterima para pihak?
Prosedurnya kadang panjang karena ada kekeliruan, sehingga jadi terlambat. Iya, minutasi. Itu sudah dikirim jadi enggak bisa ditarik lagi.
(asp/nrl)