Empati Penumpang KRL Rendah, Ibu Hamil Susah Payah Cari Tempat Duduk

Empati Penumpang KRL Rendah, Ibu Hamil Susah Payah Cari Tempat Duduk

- detikNews
Rabu, 24 Jul 2013 09:45 WIB
(Foto: dok detikcom)
Jakarta - Murahnya tarif tiket KRL Commuter Line ibarat pisau bermata dua. Penumpang membeludak dan berdesak-desakan menjadi lumrah kendati tak nyaman. Penumpang rentan seperti ibu hamil, lansia dan ibu dengan anak-anak menjadi tersiksa. Sedikit penumpang berempati memberikan tempat duduknya.

Hal itu dikeluhkan Nia Angga, komuter rute Cisauk-Palmerah. Nia menceritakan saat dirinya hamil dan harus berjuang memasuki gerbong KRL yang padat.

"Pernah saya sedang hamil besar, berdiri di depan bangku prioritas yang diduduki sama bapak-bapak, eh bapak-bapak itu tetap nggak mau berdiri. Malah kadang mereka bilang "Ke gerbong paling depan aja" (gerbong khusus wanita). Lha orang saya berhak kok! Justru di gerbong wanita kan kemungkinan sudah diduduki sama ibu-ibu hamil juga!" tulis Nia dalam e-mail ke redaksi detikcom, Selasa (23/7/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perjuangan Nia saat itu dimulai dari peron. Peron di Stasiun Palmerah, menurutnya sangat rendah dibandingkan permukaan lantai pintu Commuter Line. Pintu yang di dekat bangku prioritas (tempat duduk khusus ibu hamil, lansia dan difabel - red) tak disediakan tangga. Alhasil, Nia pun naik dengan susah payah dari peron yang rendah ke dalam gerbong. Bila ada tangga, tidak ada petugas yang membantu menggeser tangga.

"Apalagi kalau saya masuk dari pintu yang bertangga yang notabene bukan bangku prioritas. Wedeww... semakin parahlah ketidakempatian mereka. Kayaknya orang hamil itu bagai penyakit," keluh Nia.

Nia juga kerap mendapati laki-laki masuk gerbong khusus wanita dalam kereta tujuan Maja-Tanah Abang yang penuh.

"Cowok-cowok pada masuk ke gerbong khusus wanita. Kalau ibu-ibu pada komentar, bapak-bapaknya makin sewot. Kata mereka, "Itu ibu-ibu juga banyak yang masuk gerbong cowok"," tulis Nia.

Nia berharap, seperti di bus TransJakarta, ada petugas keamanan di setiap gerbong. Petugas-petugas itu diharapkannya bisa menegur penumpang yang tak berempati seperti itu.

"Kalau penumpang yang minta kan sungkan, penumpang lain belum tentu peduli. Kalau petugas yang negur biarpun masih ngomel-ngomel biasanya nurut," tutur Nia.

Selain kurang petugas, petugas yang sudah ada dinilainya kurang tegas. "Nggak ada ketegasan saat membantu ibu hamil atau bawa anak, nggak ada ketegasan buat penumpang yang membawa barang banyak, pun bagi orang-orang yang melanggar," tutur Nia.

Namun Nia berharap manajemen Commuter Line bisa diperbaiki sehingga bisa menjadi alat transportasi yang bisa diandalkan.

"Semoga ke depannya Commuter Line bisa makin baik lagi. Karena ini satu-satunya transportasi yang bisa diandalkan kecepatannya terutama bagi yang rumahnya di pinggiran Jakarta. Nggak kebayang kalau harus PP naik bus atau mobil, bisa minimal 4 jam PP. Mending waktu sebanyak itu untuk anak," harap Nia.

(nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads