"Monggo saja, saya menghormatinya. Coba dibaca cermat surat tersebut. Itu penyampaian aspirasi biasa yang diteruskan kepada Presiden dan menteri terkait, tidak ada embel-embel apa pun!" kata Priyo menjawab laporan ICW ke BK DPR.
Hal ini disampaikan Priyo dalam siaran pers, Kamis (18/8/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagai pimpinan DPR kami meneken ratusan surat serupa pengaduan masyarakat untuk diteruskan kepada pemerintah dan pihak-pihak lain seperti aspirasi buruh, perangkat desa, guru bantu, konflik agraria, penggusuran dll. Itu menjadi tugas konstitusional," kata Priyo.
"Kita harus berlaku adil, jangan pernah melarang golongan masyarakat tertentu sampaikan aspirasi, hanya karena kebencian. Itu esensi demokrasi dan mereka semua adalah rakyat kita," tandasnya.
7 LSM yang melaporkan adalah Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Legal Roundtable, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Public Interest Lawyer Network, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Kami melaporkan Priyo Budi Santoso sebagai wakil ketua DPR RI dari Partai Golkar ke Badan Kehormatan DPR," kata perwakilan pelapor Jamil Mubarok saat melapor ke BK DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/7/2013). Hadir seluruh perwakilan LSM.
Menurutnya, sebagai wakil rakyat mereka memantau aktivitas anggota dewan, Priyo dua kali diduga melanggar kode etik atas tindakannya pada bulan Mei dan Juni 2013.
"Bulan Mei dan Juni ada tindakan yang dilakukan Priyo yang kami anggap melanggar kode etik DPR, bulan Mei membuat surat dan menandatangani sebagai respons 9 orang napi," ucap koordinator MTI itu.
"Kedua, Priyo mengunjungi LP Sukamiskin. Dari dua tindakan itu ada 6 pelanggaran kode etik peraturan DPR," imbuhnya
(iqb/van)