Salah satu PKL, Farida (45), menuturkan beberapa tahun lalu dia dan teman-temannya punya pengharapan yang tinggi pada Blok G ini. Mereka rela dipindah ke sana, bahkan sampai mengadakan syukuran besar-besaran.
"Kita sampai potong kambing itu. Ya namanya pedagang pinggir jalan dikasih kios, ngerasa naik derajat dong, seneng. Kita iuran tuh potong kambing. Ada kali sampai 10," katanya kepada detikcom di Tanah Abang, Rabu (17/7/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya emang rame tuh, tapi lama-lama jadi seminggu sekali cuma laku satu, sebulan satu. Ya orang pada pindah lagi," ujarnya.
Kini mereka hendak dipindahkan kembali dari pinggir jalan oleh Pemprov DKI. Mereka pun menolaknya, karena keuntungan berjualan di pinggir jalan pun sudah sedikit.
"Ya namanya jualan di pinggir jalan, kena hujan kena panas. Belum kalau pas sepi, diusir kamtib kayak kemaren. Padahal dulu-dulu enggak ada tuh," keluhnya.
Ibu beranak empat itu mengaku untung berdagang disini sebenarnya tidak seberapa. Namun, hal itu tetap dilakukan wanita yang mengaku telah 10 tahun berdagang di Tanah Abang tersebut untuk biaya hidup sehari-hari.
"Katakan untung sehari paling ya lima puluh atau seratus lah. Kalau lebih juga kan buat bayar macem-macem," kata Farida yang sudah ditinggal suaminya meninggal beberapa tahun silam.
Farida yang bertempat tinggal di Gang Harlan, Jakarta Pusat itu berharap rencana Wagub DKI Basuki T Purnama (Ahok) untuk merelokasi PKL diurungkan saja. Sebab tempat relokasi di Blok G dirasa tidak cocok untuk berdagang.
"Ini ya di sana tuh, banjir, enggak ada eskalator, panas, kotor, apalagi kalau malem banyak cewek-cewek enggak bener tuh," beber Farida.
(dni/gah)