Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar menyebutkan, pelaku menggunakan upal untuk bertransaksi itu seperti di warung-warung kecil, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), toko kelontongan dan pasar-pasar.
"Tempat-tempat perdagangan seperti ini yang memungkinkan secara cepat uang palsu ini bisa ditukarkan," kata Rikwanto kepada wartawan di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (17/7/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena aktivitas ekonomi menjelang lebaran ini di masyarakat itu meningkat, peredaran uang banyak. Karena aktivitasnya yang cukup tinggi ini, sehingga pedagang tidak begitu memperhatikan (mana uang asli atau palsu)," kata dia.
Penyebaran upal ini, lanjut dia, biasanya terjadi di daerah-daerah pinggiran seperti Bekasi, Depok dan Tangerang. Masyarakat diimbau untuk melaporkan ke pihak kepolisian bila menemukan adanya uang palsu.
"Kalau ada temukan upal di lingkungannya, segera lapor ke polisi, jangan dibiarkan," imbuh dia.
Rikwanto mengatakan, pihaknya menindak tegas pelaku yang dengan sengaja menyebarkan uang palsu untuk kepentingannya. Namun, dari beberapa kasus upal yang terungkap, tidak sampai menyentuh pelaku pembuatnya.
"Sampai saat ini rata-rata yang didapat upal yang beredar tidak ada lagi dalam hal pencetakan profesional artinya sungguh-sungguh mirip . Mereka gunakan scaner agar mirip, tapi secara fisik kertasnya jelek dan produksinya dalam jumlah terbatas kecil," tutupnya.
Baru-baru ini, aparat Polsek Pasar Minggu menangkap seorang kondektur bus bernama Iwan Setiawan (39) di Pasar Inpres Pasar Minggu, Jaksel pada Selasa (16/7) kemarin. Warga Pejaten Timur, Pasar Minggu itu diduga mengedarkan uang palsu senilai Rp 700 ribu.
Kasus ini terungkap ketika polisi mengamankan seorang pria bernama Sartimin (39). Saat itu, Sartimin kedapatan menggunakan uang palsu pecahan Rp 100 ribuan untuk membelikan upal tersebut dengan sejumlah barang.
"Dari ketersangan saksi Sartimin, ia disuruh tersangka Iwan untuk membelanjakan uang tersebut di Pasar Inpres," kata Kapolsek Pasar Minggu Kompol Adri Desas Furianto, saat dihubungi secara terpisah.
(mei/lh)