Pemilik rumah dan kerabat berusaha menghalangi petugas. Mereka menilai eksekusi cacat hukum dan PN Sleman telah menyalahi prosedur. Negoisasi berjalan alot sekitar 1 jam lebih. Petugas tidak menghiraukan protes dari keluarga pemilik rumah.
Dengan jumlah yang lebih banyak, petugas memaksa masuk ke dalam rumah. Istri pemilik rumah Siti Muslihah yang berada di dalam rumah, langsung menjerit saat petugas berhasil masuk rumah, Dusun Sanggrahan RT 04/RW 36, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Kamis (27/6/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petugas membopongnya keluar. Ibu ini akhirnya hanya menangis dan kemudian dibopong warga dibawa ke rumah tetangga.
Petugas juga mengamankan 2 orang yang diduga melakukan provokasi untuk menghalangi eksekusi.
Eksekusi ini bermula saat pemilik rumah Suyono meminjamkan sertifikatnya kepada Nur Anwar yang merupakan santrinya sendiri. Sertifikat tersebut dijadikan agunan di Bank Danamon Yogyakarta. Kemudian terjadi kredit macet, sehingga pihak bank melelang.
Sebenarnya, sertifikat telah dikembalikan. Tapi ternyata sertifikat itu hasil scanning. Sedangkan sertifikat asli dijadikan agunan. Suyono tak tahu jika sertifikat yang dikembalikan kepadanya itu palsu, karena nyaris mirip dengan aslinya.
"Santri Pak Suyono, Nur Anwar itu pinjam sertifikat dengan alasan untuk modal usaha. Karena percaya, sertifikat dipinjam tanpa kompensasi apapun," kata kuasa hukum pemilik rumah, Irawadi Uskha, di lokasi ekseksi.
Atas kejadian ini, kuasa hukum pemilik rumah akan mengadukan PN Sleman ke Komisi Yudisial karena banyak kejanggalan dalam proses eksekusi. Kuasa hukum juga mengadukan dugaan penggelapan dan pemalsuan sertifikat ke polisi.
(try/try)