Pria yang akrab disapa Pristono ini menyebut angka yang fantastis untuk jumlah angkutan bus sedang yang tidak laik jalan. "Jumlah yang ada (Kopaja dan Metro Mini) ada 4 ribuan. Dari jumlah itu hampir, ya sekitar 60 persen yang enggak laik," kata Pristono saat berbincang dengan detikcom via telepon, Kamis (20/6/2013) malam.
Permasalahan tersebut bukan baru pertama kali muncul di permukaan. Bahkan, sejak dirinya belum menjabat sebagai orang nomor satu di Dinas Perhubungan Jakarta, permasalahan serupa pun sudah ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akar masalah dari persoalan yang tidak kunjung tuntas itu, jelas Pristono, adalah karena sarana angkutan umum itu tidak memiliki manajemen yang baik. Manajemen yang dimaksudnya itu adalah berbentuk badan usaha dan berbadan hukum atau koperasi, sesuai dengan yang tercantum di dalam Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
"Kalau pun mereka berbentuk koperasi, nyatanya mereka masih rumahan. Dan koperasi hanya memungut iuran saja," ujar Pristono
Dia menjelaskan, terdapat tiga unsur yang dapat menunjang perbaikan angkutan umum. Selain berbadan hukum pengelolaan angkutan umum perlu ditunjang oleh sarana, prasarana, serta manajemen administrasi dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Dari segi sarana adalah kelayakan operasional kendaraan. Prasarana yang dimaksud Pristono sendiri adalah depo angkutan umum yang memiliki banyak fungsi sebelum bus tersebut dinyatakan siap beroperasi setiap harinya.
"Di depo tersebut ada ruang pemeriksaan kendaraan, bengkel, ada juga ruang pemeriksaan bagi sopir-sopirnya, baik kesehatan maupun kelengkapan administrasi surat jalan," ujarnya.
Sementara di segi manajemen adminstrasi dan SDM, angkutan umum diharapkan dapat mengelola sistem pendapatan dari setiap angkutan yang menaungi badah usaha itu.
"Jadi tidak lagi mengandalkan setoran sopir-sopirnya," kata Pristono.
Upaya untuk menertibkan angkutan umum yang dinilai tidak layak dengan jalan penegakan hukum, katanya, sudah berulang kali dilakukan. Namun, nyatanya pemilik Kopaja dan Metro Mini lebih memilih nekat menjalankan usahanya meski sudah berulang kali dijerat sanksi dan hukuman.
"Perbaikan tidak cukup melalui law enforcment, untuk memperbaikinya harus dari hulu, perubahan manajemen mendasar," kata Pristono.
(ahy/fiq)