Mengusir penumpang gendut pernah disaksikan oleh pembaca detikcom, Sigit Kamseno, seorang PNS yang bekerja di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Sigit mendapati hal ini di bus sejenis Metro Mini, yakni Koantas Bima 510 jurusan Kampung Rambutan-Ciputat.
"Bus yang dijuluki oleh mahasiswa sebagai 'bis sejuta umat', karena kalau penumpangnya belum SEJUTA orang, itu bis masih ngetem aja, ini malah tidak menerima penumpang gemuk," demikian tulis Sigit dalam email yang diterima detikcom, Kamis (20/6/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sigit yang terbiasa menggunakan Metro Mini 640 jurusan Pasar Minggu-Tanah Abang kini mendapati fenomena tak ada kenek atau kondektur untuk menarik ongkos dari penumpang. Jadi, kalau hendak turun, kondisinya mirip seperti angkot mobil kecil, begitu turun langsung bayar ke sopir.
"Tentu saja hal ini menyulitkan, terutama ketika penumpang yang turun berjumlah banyak, yang mengakibatkan si sopir harus menerima ongkos dari penumpang-penumpang itu terlebih dahulu. Dan Anda tentu tahu, menyiapkan kembalian adalah kesulitan berikutnya," tulis Sigit.
Padahal sistem tanpa kenek ini sebetulnya menyulitkan sopir dan penumpang. Penumpang yang turun menunggu kembalian dan penumpang lain yang belum turun harus dikejar waktu.
"Beberapa penumpang berpendapat mungkin sopir-sopir itu tidak mau berbagi profit dengan kondektur, itulah mengapa mereka memilih utk membawa mobil itu sendiri agar sisa setoran bisa mereka kantongi sendiri," imbuh Sigit.
Masalah lain seperti menaik-turunkan penumpang di tengah jalan adalah masalah keseharian. "Bahkan, saya pernah melihat seorang biker memukul kaca spion Metro Mini itu hinga benar-benar pecah karena kesal dengan tingkah sopir yang berhenti di tengah jalan di Setia Budi," tulis Sigit.
(nwk/ahy)