Rudal-rudal antipesawat itu dimaksudkan untuk pemimpin oposisi Suriah, Free Syrian Army (FSA), Salim Idriss. Demikian diberitakan kantor berita Reuters, Selasa (18/6/2013).
Sebelumnya, Idriss meminta negara-negara Barat untuk menyediakan rudal-rudal antitank dan antipesawat bagi para militan Suriah. Menurut Idriss, pemberontak bisa mengalahkan militer Suriah dalam waktu enam bulan jika mereka menerima persenjataan yang cukup dan tepat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uni Eropa belum lama ini menghentikan embargo senjatanya atas Suriah. Hal ini guna membuka jalan bagi pengiriman senjata untuk para pemberontak yang tengah memerangi rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Pada 14 Juni lalu, Presiden AS Barack Obama memerintahkan pemerintahannya untuk menyediakan senjata-senjata bagi para militan di Suriah. Persenjataan itu termasuk senapan serbu, granat berpeluncur roket dan rudal-rudal antitank.
Negara-negara Barat dan sekutu Timur Tengah mereka juga berniat menerapkan zona larangan terbang atas wilayah Suriah. Rencana ini sontak memicu kritikan keras dari Rusia.
"Saya pikir pada dasarnya kami tak akan mengizinkan skenario tersebut," tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Alexander Lukashevich.
"Kita melihat contoh soal Libya tentang bagaimana zona tersebut diberlakukan dan bagaimana keputusan tersebut diimplementasi. Kami tak ingin berulangnya hal ini terkait konflik Suriah," tandasnya.
(ita/nrl)