Seperti dilansir AFP, Sabtu (15/6/2013), dua jurnalis bernama Mohammed Fuad dan Afdhal Jumaa dituding mencuri buku catatan milik Menteri Pertahanan Saadun al-Dulaimi pada 1 Juni lalu. Saat itu, digelar rapat antara Menteri Pertahanan dengan sejumlah politikus setempat.
Rapat tersebut digelar di sebuah aula besar di Baghdad dan dihadiri sejumlah jurnalis. Sepanjang pembicaraan dilakukan, jurnalis diperbolehkan meliput.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kementerian Pertahanan Irak menuduh kedua jurnalis itu secara sengaja telah mencuri buku catatan tersebut. Namun, para aktivis dan keluarga mereka bersikeras bahwa keduanya justru menemukan buku catatan tersebut tertinggal usai rapat dan mereka berusaha mengembalikannya ke seorang staf namun gagal.
"Kamera yang ada di aula tersebut merekam rapat tersebut, dan rekamannya mengungkapkan bahwa jurnalis tersebut memang mencuri buku catatan milik Menteri Pertahanan Saadun al-Dulaimi ketika salah satu jurnalis terlihat menyembunyikannya di bawah kemejanya," tutur seorang pejabat Kementerian Pertahanan yang enggan disebut namanya.
"Investigasi yang dilakukan semakin memperjelas bahwa jurnalis tersebut telah melakukan tindak kriminal. Berkas mereka sudah diserahkan ke pengadilan karena mereka mengambil barang yang menjadi milik pejabat senior di negera ini," imbuh pejabat tersebut.
Jika dijelaskan lebih lanjut dakwaan apa yang dijeratkan kepada kedua jurnalis tersebut.
Kasus ini memicu keprihatinan aktivis kekebasan pers di Irak. Mereka menilai, penahanan yang dilakukan aparat tanpa surat penahanan resmi merupakan bentuk kedikatoran pemerintah.
"Tindakan ini sama saja dengan kedikatoran dalam militer. Faktanya, menteri pertahanan justru bisa dituding melakukan kelalaian (karena melupakan dan meninggalkan buku catatannya), dan juga karena dia melanggar undang-undang dengan menahan jurnalis selama lebih dari 24 tanpa surat perintah penahanan resmi," tegas Kepala Journalism Freedom Observatory, organisasi kebebasan pers setempat, Ziad al-Ajili.
(nvc/nrl)