"Pergilah engkau liburan ke Hong Kong dan ke Jepang bersama kakak-kakakmu. Nanti semua akan diatur oleh kedutaan di negara masing-masing," tutur Bung Karno seperti diungkap dalam buku Heldy, Cinta Terakhir Bung Karno karya Ully Hermono dan Peter Kasenda. Kepada kedua penulis, Heldy mengaku melakukan perjalanan dengan layanan serba istimewa, layaknya tamu negara.
Di kesempatan lain, Heldy menerima uang untuk membeli mobil yang disukainya, berhelai-helai kain batik, parfum, dan berbagai benda berharga lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
*Senajan karo-karone kok senengi, aku ya seneng wae (meski kamu mau dua-duanya, ya saya senang saja),” ucap Bung Karno seperti ditulis Reny Nuryanti dalam Cinta dan Hati Istri-istri Bung Karno.
Tak cuma itu. Haryatie, yang telah ditempatkan di sebuah rumah di Jalan Madiun, Menteng, Jakarta Pusat, masih dibuatkan rumah di kawasan Slipi, Jakarta Pusat. Rumah sengaja dibangun di dekat daerah persawahan. “Kangmas remen sing cedak sawah (Mas senang yang dekat sawah),” ujar si Bung.
Lantas dari mana Bung Karno membiayai dan memberikan hadiah-hadiah kepada para istrinya? Kepada Haryatie, si Bung mengaku memperolehnya dari royalti otobiografinya, Sukarno: An Autobiography as Told to Cindy Adams, yang terbit di New York pada 1965.
Meski kerap memberi hadiah, budayawan Sujiwo Tejo menilai, daya tarik utama Bung Karno tetap pada pesona dan karismanya. Materi bukan hal pokok bagi Bung Karno dalam menaklukkan setiap perempuan.
Hal itu berbeda dengan lelaki lain sekelas Presiden Prancis Nicolas Sarkozy atau lelaki yang saat ini tengah berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan dikabarkan menjalin hubungan dengan puluhan perempuan. “Kalau saya menduga, dia hanya mengandalkan uang, uang, dan uangnya, karena tidak ada sisi romantis yang ditonjolkan. Beda banget dengan Bung Karno,” kata Sujiwo.
Baca juga 'Bung Karno Cemburui Dokter' di Harian detik.
(nrl/nrl)