"Bahaya yang dialami oleh anak- anak adalah penyakit GTS (Green Tobacco Syndrome) yaitu nikotin pada tembakau, terutama daun muda, kemudian mengenai susunan syaraf, mengalami tremor, pusing, mual muntah, kencing mengandung nikotin," tutur peneliti dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur, Priyo Adi Nugroho.
Hal tersebut dikatakan Priyo dalam peluncuran bukunya tentang pekerja anak di sektor pertanian tembakau di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Rabu (12/6/2013). Peluncuran buku ini terkait dengan Hari Anti Pekerja Anak Internasional yang jatuh hari ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukan hanya dari jenisnya tetapi dari jam kerja dan waktu kerjanya, soalnya kalau kerja di malam hari lebih dari 3 jam itu sudah nggak boleh apalagi yang dikerjakan itu mengandung racun. Jadi anak- anak seharusnya tidak boleh bekerja di situ," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait meminta industri rokok bertanggung jawab pada anak-anak ini. Walaupun tidak bekerja kepada pabrik rokok langsung, namun pekerja anak ini juga barkaitan pada proses produksi rokok.
"Kita minta kompensasi kepada industri bagi supaya anak-anak yang tidak lagi bisa bekerja bisa diupayakan oleh industri, karena tanggung jawabnya adalah itu bentuk eksploitasi secara tidak langsung dari industri," katanya.
"Seperti yang saya sebutkan tadi ini adalah jenis perbudakan modern yang sembunyi di balik seolah-olah dia punya tanggung jawab sosial padahal sebenarnya mengeksploitasi anak- anak bangsa karena mengorbankan kesehatan dan optimal," lanjutnya.
(gah/nrl)