"Majelis hakim saya tidak mengerti. Ada 3 hal, pertama melawan hukum, kedua kerugian negara, dan menguntungkan orang lain," kata Bachtiar menanggapi surat dakwaan yang dibacakan JPU dari Kejagung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (12/6/2013).
Hakim ketua Antonius Widijantono menganggap ketidakpahaman Bachtiar sudah masuk ke materi pokok perkara. "Kita belum ke materi," ujar dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keterangan Edison Effendi di dalam surat dakwaan, mereka diperiksa sebagai saksi fakta atau ahli?" tanya Maqdir. Namun hakim Antonius tidak menggubris pertanyaan tersebut.
Rencananya Bachtiar dan tim penasihat hukumnya akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) pada sidang pekan depan, Rabu 19 Juni.
Bachtiar didakwa memperkaya Direktur PT Sumigita Jaya Herlan bin Ompo sebesar 221,327 USD melalui proyek bioremediasi. Jaksa menyebut terjadi penyimpangan pada proyek bioremediasi di Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Riau.
Dalam dakwaan, jaksa menyebut Bachtiar pada 1 September 2011 menandatangani kontrak bridging senilai 741,402 USD dengan Direktur PT SGH Herland Bin Impo meski mengetahui izin pengolahan tanah terkontaminasi minyak untuk 5 SBF Minas dan Kotabatak sudah berakhir.
Selain itu PT SGJ tidak memiliki izin pengolahan limbah B3 dari Menteri Lingkungan Hidup dan tidak memiliki kualifikasi dan persyaratan khusus untuk melakukan kegiatan bioremediasi.
Proyek ini dianggap merugikan keuangan negara sebab PT CPI memperhitungkan biaya kegiatan bioremediasi ke BP Migas dengan mekanisme cost recovery. "Perbuatan terdakwa selaku GM SLS bersama-sama dengan Herland bin Ompo dalam pekerjaan bioremediasi di SLS Minas telah memperkaya Herland Bin Ompo selaku Direktur PT SGJ sebesar 221,327 USD.
(fdn/rmd)