Sersan Robert Bales mengaku bersalah atas 16 dakwaan pembunuhan dalam persidangan yang digelar di pengadilan militer di Joint Base Lewis-McChord, sebelah selatan Seattle, negara bagian Washington, Rabu, 5 Juni waktu setempat.
Hakim militer Kolonel Jeffery Nance seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (6/6/2013), menerima pengakuan bersalah tersebut. Hakim pun memutuskan bahwa pria berumur 39 tahun itu tak akan dihukum mati, melainkan terancam hukuman penjara maksimum seumur hidup, dengan tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zardana yang kini berumur 12 tahun, mengalami kelumpuhan pada salah satu lengan dan kakinya akibat kejadian tersebut. Meskipun dia telah menjalani perawatan medis di AS selama empat bulan.
"Tak ada yang akan memuaskan kami kecuali eksekusi orang ini. Dia telah menembak anak-anak saya, membunuh ibu saya dan kami ingin dia dieksekusi," cetus Samiullah.
Hal senada disampaikan Haji Naeem, warga desa lainnya di distrik Panjwai, provinsi Kandahar, tempat Bales melakukan pembantaian itu. Dalam kejadian tersebut, pria itu terluka bersama seorang putranya dan dua anak perempuannya.
"Lihat apa yang telah diperbuatnya pada saya," ujarnya kepada AFP. "Saya tak bisa menggerakkan lengan saya. Orang-orang Amerika akan melakukan apa yang mereka mau. Hanya eksekusi dia yang akan menyembuhkan luka-luka kami. Kami ingin dia dieksekusi, dan dieksekusi di Afghanistan," tegasnya.
Sebagian besar korban tewas akibat tindakan keji Bales adalah wanita dan anak-anak. Selain menembaki korban-korbannya, Bales juga membakar sebagian jasad korban.
Awalnya, jaksa penuntut militer berupaya menuntut hukuman mati atas Bales pada persidangan yang digelar November 2012 lalu. Namun para pengacara Bales mencapai kesepakatan dengan para penuntut militer untuk tidak menuntut hukuman mati atas terdakwa sebagai ganti atas pengakuan bersalahnya.
(ita/ita)