Penyidikan Dugaan Korupsi Awang Faroek Dihentikan, MAKI Ajukan Praperadilan

Penyidikan Dugaan Korupsi Awang Faroek Dihentikan, MAKI Ajukan Praperadilan

- detikNews
Selasa, 04 Jun 2013 13:54 WIB
Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal dengan tersangka Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak karena tidak adanya cukup bukti. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) akan mengajukan praperadilan atas kasus tersebut.

"Ya, lagi persiapan pengajuan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata ketua MAKI Bonyamin Saiman kepada detikcom, Selasa (4/6/2013).

Bonyamin mengatakan alasan pengajuan praperadilan ini karena saat terjadinya dugaan korupsi, Awang Faroek tengah menjabat sebagai Bupati Kutai Timur. Sebagai pucuk pimpinan Awang dinilai tetap layak dimintai pertanggungjawaban secara hukum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau tidak memerintahkan ya setidak-tidaknya telah mengizinkan pemindahan uang dari kas menjadi investasi swasta yang kemudian diketahui terbukti fiktif. Atau setidak-tidaknya Bupati biarkan berlarut-larut uang menguap padahal dia punya kekuasaan untuk mengawasi dan mencegah," ucap Bonyamin.

Sebelumnya Kejagung menetapkan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak sebagai tersangka sejak 6 Juli 2010 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No.Print-82/F.2/Fd.1/7/2010 tanggal 6 Juli 2010.

Awang ditetapkan sebagai tersangka atas penyelewengan kas negara yang terjadi pada tahun 2002 hingga 2008. Penyelewengan ini berawal pada 5 Agustus 2002 silam. Ada perjanjian antara PT Kaltim Prima Coal (KPC) dengan Pemerintah. Dalam perjanjian itu, PT KPC wajib menjual 18,6 persen saham mereka kepada Pemda Kutai Timur.

Hasil penjualan saham tersebut tidak dimasukan ke kas Pemda Kutai Timur. Saat itu, Awang menjabat sebagai bupati di daerah tersebut. Akibat hal ini Awang diduga merugikan negara hingga Rp 576 miliar.

Dalam kasus itu, Kejaksaan juga menetapkan dua tersangka lainnya, Dirut Kutai Timur Energi (KTE) Anung Nugroho dan Direktur KTE Apidian Triwahyudi. KTE merupakan perusahaan yang diberi tugas mengelola uang hasil penjualan saham tersebut.

Mahkamah Agung (MA) pada 20 November 2012 telah menyatakan Anung dan Apidian bersalah. Anung divonis 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan serta harus membayar uang pengganti Rp 800 juta. Sementara Apidian divonis 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan, dan harus membayar uang pengganti Rp 800 juta.


(slm/rmd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads