Dalam pandangannya, Habiburrahman menilai MK mengada-ada dan mencari alasan pembenar dalam proses lahirnya putusan itu.
"Dalih dalam wawancara hakim MK dengan mengemukakan alasan anak hasil perkosaan, hanya dalih yang mengada-ada, mencari alasan pembenar atas putusannya, karena kasus yang mereka adili adalah kasus Machica. Machica bukan seorang perempuan yang mengadu diperkosa," kata Habiburrahman seperti dilansir website MA, Senin (4/6/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2010, Machica berjuang lewat MK untuk mendapatkan pengakuan tentang status hukum anak Iqbal. Perjuangan Machicha berakhir dengan kemenangan. Sementara, Moerdiono telah tutup usia pada 7 Oktober 2011.
"Perkosaan merupakan kejadian force mayor kepada diri korban, keadaan memaksa tersebut tidak dapat disamakan dengan kejadian umum," ujar Habiburrahman dalam makalah ilmiah dengan judul 'Posisi dan Kedudukan Anak di Luar Pernikahan' yang disampaikan dalam Rakernas MA akhir tahun lalu.
Menurut Habiburrahman, korban perkosaan secara hukum dikecualikan dan menyebabkan semua akibat hukum tidak dapat ditimpakan kepada dirinya, baik hukum dalam lingkup perdata (al-ahwal asy-syakhshiyyah) maupun pidana (jinayah). Ulama sepakat berpendapat demikian, atas dasar firman Allah Surat Al-Baqarah Ayat 171.
"Hakim dapat saja mendenda pemerkosa sejumlah uang yang signifikan, dan memulihkan harga diri dan martabat korban, dengan cara menghukum pemerkosa membayar sejumlah uang bagi korban dan bekal hidup si anak apabila korban hamil," cetus Habiburrahman.
(asp/nrl)