Seperti dilansir website MA, Sabtu (1/6/2013), kasus ini diadili dengan memakan waktu sangat lama, yaitu 11 tahun lamanya. Cerita pilu ini dimulai saat tiga orang anak perempuan sedang jalan-jalan di Aksara Plaza Medan pada 3 Februari 2000.
Di tempat itu, ketiganya lalu bertemu dengan dua anak laki-laki sebaya mereka. Dari perkenalan singkat itu, ketiga perempuan itu dibujuk dan ditipu untuk jalan-jalan ke mal lain. Tetapi usai naik taksi, ketiganya malah dilarikan ke Dumai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keesokan harinya, mereka pun dipaksa menjadi pelacur dengan upah Rp 50 ribu sekali kencan. Hal ini berjalan hingga satu bulan lamanya.
Selama satu bulan itu, ketiganya berusaha melarikan diri tetapi tidak bisa karena selalu diawasi oleh 'bodyguard'. Hingga akhirnya salah satu di antaranya bisa mengirimkan sepucuk surat kepada keluarganya di Medan dan menceritakan apa yang mereka alami.
Lantas, polisi menggerebek lokalisasi itu pada Maret 2000. Polisi hanya menyeret anak-anak yang membawa ketiganya ke PN Medan dan dijatuhi hukuman 2 tahun penjara. Adapun Mami Mari tidak diusut.
Atas hal ini, satu keluarga korban mengajukan gugatan ke Mami Marni atas apa yang dialami anak-anaknya. Keluarga korban menggugat kerugian materil Rp 130,7 juta dan kerugian immateril Rp 200 juta. Marni dan anak buahnya dinilai menghancurkan masa depan akan-anak dan keperawanan anak perempuan mereka.
Pada 19 Apil 2001, PN Medan memvonis Mami Marni telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menjatuhkan hukuman denda Rp 30 juta. Vonis ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan pada 14 November 2001.
Tidak terima didenda Rp 30 juta, Mami Marni mengajukan kasasi ke MA. Oleh majelis kasasi yang terdiri dari Imron Anwari, Timur Manurung dan Hakim Nyak Pha, putusan diperbaiki sepanjang kualifikasi kerugian.
"Kerugian materil Rp 10 juta. Sedangkan kerugian immateril Rp 20 juta untuk kerugian moril karena takut, tertekan atau rasa malu serta kerugian masa depan secara sosial masyarakat," putus MA dalam sidang pada 3 Januari 2011 silam.
Vonis MA ini meluruskan putusan sebelumnya yang menjatuhkan Rp 30 juta atas kerugian immateril atas hilangnya keperawanan. "Harga keperawanan tidak bisa dinilai atau diukur," argumen MA dalam putusan bernomor 137 K/PDT/2008 ini.
(asp/nvc)