Seperti terungkap dalam putusan kasasi yang dilansir dalam website MA, Rabu (29/5/2013), kasus ini bermula saat Husni mendatangi Kampus Umel yang berlokasi di depan SD Negeri Inpres Wetdek, Kecamatan Kei Kecil, Maluku Tenggara menjelang maghrib pada 6 Agustus 2007.
Sesampainya di kampus tersebut, Husni lalu mengeluarkan martil dan menuju papan nama kampus yang terbuat dari kayu. Usahanya gagal karena papan nama itu cukup kuat. Lantas, Husni kembali ke mobil dan mengambil linggis. Bermodal linggis itu, Husni pun memukul dan mencungkil papan nama itu hingga lepas dan rusak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring berjalannya waktu, terjadi konflik dalam tubuh yayasan. Konflik berkepanjangan hingga 2006 saat wisuda pertama tanpa melibatkan Husni. Kekesalan itu lah yang mendorong Husni membongkar papan nama kampus.
Meski nilai kerugiannya tidak seberapa, polisi tetap memproses dan kasus pun bergulir hingga pengadilan. Menurut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), akibat perbuatan ini, papannama itu tidak bisa digunakan oleh pemilik Yayasan STIE Umel. Sehingga JPU mendakwa Husni pada 8 Maret 2010 karena melanggar Pasal 406 ayat 1 KUHP dan menuntut 1 bulan penjara.
PN Tual pada 10 Maret 2010 membebaskan Husni karena dakwaan JPU tidak terbukti. Atas vonis ini, JPU tidak terima dan mengajukan kasasi. Dalam majelis kasasi yang diketuai oleh Moegihardjo dengan hakim anggota Prof Dr Salman Luthan dan Prof Dr Surya Jaya menolak kasasi JPU.
"Pengrusakan yang dilakukan terdakwa tidak melawan hak. Secara hukum kepemilikan atas barang bergerak maupun tidak bergerak yayasan adalah milik terdakwa," demikian bunyi putusan MA.
Dalam pertimbangannya, MA berpendapat secara hukum mengambil atau merusak barang milik sendiri tidak dapat dipidana sepanjang tidak mengganggu atau merugikan kepentingan atau bertentangan dengan hak orang lain.
"Menolak kasasi JPU pada Kejaksaan Negeri Tual," putus kasasi MA.
(asp/try)