"Harus bisa, kerja sama antar aparat sangat kurang. Saya tidak ada urusan sama sekali, cuma gemas melihat perbuatan anarkis ini tidak dapat ditolerir," ujar eks Jamintel Kejagung era Andi Ghalib, Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal dalam jumpa pers di Kedai Kopi Phoenam, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta, Selasa (28/5/2013).
Syamsu mengatakan Kejaksaan Tinggi Maluku seperti tidak punya nyali menyentuh Teddy Tengko. Padahal, putusan eksekusi sudah sangat lama dikeluarkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Syamsu, Jaksa Agung seharusnya segera berkoordinasi dengan TNI atau Polri untuk mengeksekusi Teddy Tengko. Sebab jika tidak, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
Jika ada oknum TNI atau Polri yang melindungi Teddy Tengko, maka Kejaksaan juga harus berkoordinasi dengan pimpinan tertinggi yakni Kapolri dan Panglima TNI.
"Koordinasi dengan Polda jika ada keterlibatan polisi, koordinasi dengan POM jika ada keterlibatan TNI," ungkapnya.
Syamsu juga mendesak Mendagri untuk menonaktifkan Teddy Tengko. Karena jika tidak, kejaksaan akan kesulitan dengan proses eksekusinya.
"Seharusnya Bupati Aru dinonaktifkan dan dipecat," tuturnya.
Ketua MA Hatta Ali beberapa waktu lalu juga sudah meminta agar Mendagri menonaktifkan Teddy. Hatta juga menyebut karena Teddy masih aktif, jaksa kesulitan melakukan eksekusi.
Dua orang jaksa yang hendak melakukan eksekusi dengan mendatangi kantor bupati juga pernah dianiaya oleh orang yang diduga relasi Teddy.
Sekadar diketahui, kejaksaan gagal mengeksekusi Teddy di Bandara Soekarno-Hatta, pada 12 Desember 2012 silam karena dihadang oleh sekelompok orang. Bahkan pada Sabtu (18/5/2013) lalu, jaksa yang tengah memantau Teddy di Kantor Bupati, dianiaya oleh sekelompok orang tak dikenal, yang diduga sebagai pendukung Teddy.
Teddy sendiri divonis bersalah menyusul kasus korupsi APBD Aru 2006/2007 lalu oleh Mahkamah Agung (MA) tertanggal, 10 April 2012, dengan vonis 4 tahun penjara, denda Rp 500 juta disertai kewajiban mengganti kerugian negara sebesar Rp 5,3 miliar.
(mpr/rmd)