"Catatannya, negara besar menerapkan prinsip standar ganda dalam isu politik separatisme," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menyampaikan hasil rapat dengan Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, dan Kepala BIN di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/5/2013).
Namun demikian, Indonesia tidak perlu menyikapi secara berlebihan gerakan separatisme yang beraksi di Inggris atau negara lain. Jika bereaksi terlalu keras, maka hubungan Indonesia dan negara lain akan merenggang, dan ini bisa dimanfaatkan oleh gerakan separatis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gerakan separatis terus berusaha melancarkan aksinya lewat forum-forum internasional. Mahfudz mencontohkan OPM pernah memasukkan isu Hak Asasi Manusia ke PBB, namun beruntung Dewan HAM PBB hanya menempatkan isu tersebut pada urutan ke 12.
"Pemerintah dan DPR akan bekerjasama dalam pendekatan diplomasi luar negeri," ucap Mahfudz.
Mahfudz menyampaikan, saat ini LIPI dan LSM terkait sedang berproses menyusun Indikator Papua Damai. Indikator ini bertujuan memberikan kejelasan terkait kondisi Papua sehingga potensi separatisme bisa dihindari. Kementerian Luar Negeri dan BIN diharapkan dapat bekerjasama dalam penyusunan indikator ini.
"Presiden SBY sudah menginstruksikan penyelesaian sejak 2009. Harapan kami sebelum pemerintahan SBY berakhir, sudah ada langkah penyelesaian Papua secara damai. Konsep solusi komprehensif termasuk arah dan kebijakannya," lanjutnya.
TNI diharapkan bisa menghindari bentrok bersenjata yang membuka berkembangnya isu pelanggaran HAM. Karena hal ini bisa jadi ide kampanye separatisme. Pemerintah diharapkan fokus pada amanat otonomi khusus, yaitu peningkatan aspek pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Rapat ini disebut Mahfudz hanya sebagai langkah awal ihwal penanganan separatisme Papua. Menhan Purnomo Yusgiantoro serta Kepala BIN Marciano Norman langsung meninggalkan ruang rapat, lolos dari sorotan media. Hanya Menlu Marty Natalegawa yang bersedia memberi pernyataan singkat.
"Tidak ada perkembangan baru (dalam rapat). Pemerintah Inggris menegaskan pembukaan kantor OPM bukan bentuk dukungan Inggris terhadap OPM," kata Marty usai rapat selama empat jam itu.
(dnu/mok)