"Kenapa saudara Teddy Tengko ini belum dieksekusi karena jaksa mengalami kesulitan. Sebab di dalam perkara pidana, eksekutornya adalah jaksa bukan lagi pengadilan," kata Ketua MA Hatta Ali dalam keterangan pers di ruang serbaguna PN Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (22/5/2013).
Hatta menanggapi keputusan Kemendagri yang kembali mengaktifkan Teddy sebagai Bupati Kepulauan Aru meski sedang bermasalah hukum. Ketentuan bahwa setiap Bupati dan Gubernur yang sedang berada dalam tahap persidangan dengan status tersangka bahkan hingga terdakwa, harus dinonaktifkan sementara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi dalam rangka tugas pengawasan MA, menilai putusan atau penetapan hakim PN Ambon ternyata menyalahi aturan. Sehingga kita menunjuk majelis, pada akhirnya membatalkan penetapan PN Ambon, dibatalkan sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang berlaku," tambahnya.
Terkait itu, Hatta mengingatkan bahwa seharusnya Kemendagri menonaktifkan kembali Teddy Tengko, sebagai Bupati Kepulauan Aru, Maluku, disebabkan MA telah menganulir ketetapan PN Ambon.
"Kalau sudah dibatalkan, mestinya Kementerian Dalam Negeri menonaktifkan kembali (Bupati Kepulauan Aru Teddy Tengko). Sekarang ini, saya melihat kejaksaan mencari strategi yang tepat untuk mengeksekusi," terang Hatta.
Sikap Teddy yang tidak mematuhi proses hukum, dinilai Hatta justru Teddy hanya akan menyiksa dirinya sendiri. Kesulitan yang dihadapi jaksa, salah satunya disebabkan yang bersangkutan hanya berada di wilayahnya.
"Kasus ini mirip Susno Duadji. Kesulitannya karena dia (Teddy Tengko) berada di wilayahnya. Kalau kebetulan ada di Jakarta, sudah lama dia pasti ditangkap. Mungkin dia tidak pernah keluar rumah dan itu menyiksa dirinya sendirinya," tutup Hatta.
Sekadar diketahui, kejaksaan gagal mengeksekusi Teddy di Bandara Soekarno-Hatta, pada 12 Desember 2012 silam karena dihadang oleh sekelompok orang. Bahkan pada Sabtu (18/5/2013) lalu, jaksa yang tengah memantau Teddy di Kantor Bupati, dianiaya oleh sekelompok orang tak dikenal, yang diduga sebagai pendukung Teddy.
Teddy sendiri divonis bersalah menyusul kasus korupsi APBD Aru 2006/2007 lalu oleh Mahkamah Agung (MA) tertanggal, 10 April 2012, dengan vonis 4 tahun penjara, denda Rp 500 juta disertai kewajiban mengganti kerugian negara sebesar Rp 5,3 miliar.
(asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini