Made menjadi satu-satunya mahasiswa yang lulus cumlaude. IPK-nya 4,00, tertinggi di antaranya 1.598 lulusan sarjana dan ahli madya di UGM.
Bangku S1 diselesaikan selama 3 tahun 4 bulan, lebih cepat dibanding dengan rata-rata lulusan sarjana yakni 4 tahun 6 bulan. Made diwisuda, Selasa (21/5) kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sepulang kuliah, ia tidak menghabiskan waktu untuk belajar. Ia hanya mengerjakan materi olimpiade internasional selama 1 jam. Materi olimpiade yang dipelajarinya merupakan materi kuliah tingkat lanjut yang belum didapatkan di bangku kuliah.
"Jadinya saat kuliah di semester 5, 6 atau 7, saya tidak merasa kesusahan," katanya.
Kecintaan Made pada Matematika dimulai sejak SD. Ia tidak mengelak, jika ayahnya, I Wayan Berata, yang guru matematika membantu dan mengenalkannya dengan ilmu berhitung.
Made pertama kali ikut olimpiade matematika saat SMP. Ia belum mendapat juara, tapi ia mewakili Bali dalam Olimpiade Sains Nasional waktu itu. Setelah melanjutkan ke sekolah di SMAN 3 Denpasar, Made 2 tahun berturut-turut masuk final OSN tingkat nasional.
"Yang kedua akhirnya bisa mendapat medali emas," katanya.
Made masuk masuk jurusan Matematika, MIPA UGM tanpa tes tahun 2009 lewat Program Penerimaan Bibit Unggul Berprestasi (PBUB). Selama kuliah, ia terus mengasah kemampuannya.
Anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan I Wayan Berata dan Ni Ketut Kanten ini mengaku sempat mendapat nilai B untuk salah satu mata kuliah. Namun, untungnya, itu mata kuliah pilihan, sehingga bisa dihapus setelah konsultasi dengan dosen wali.
Setelah meraih gelar sarjana, Made berencana akan melanjutkan pendidikan pascasarjana dan doktoral. Dia mengaku telah mendapatkan beasiswa dari Dikti Kemendikbud untuk mewujudkan keinginan itu. "Saya akan melanjutkan studi S2 di UGM," katanya.
Made meraih medali perak dalam Olimpiade Matematika Internasional di Bulgaria tahun 2010. Tahun 2011, ia meraih medali perunggu dan 2012 meraih medali perak di kompetisi yang sama.
(bgs/try)