Dalam putusan kasasi yang dilansir website MA, Rabu (22/5/2013), Noerdin dideteksi awal oleh dua petugas bandara Polonia Medan, Wika Rianda dan Boby Arimurti, pada 4 November 2011. Saat tas Noerdin melewati X-Ray, terlihat dua bungkusan plastik bening tembus pandang. Diduga berisi narkotika, Wika dan Boby langsung melaporkan temuan itu ke pimpinan.
Setelah dibuka, dalam kue bika ambon terdapat 4 bungkus sabu dan dalam 1 kue bolu gulung terdapat 1 paket sabu dengan total sabu seberat 6,9 kg.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas tuntutan ini, pada 31 Mei 2012 Pengadilan Negeri (PN) Medan hanya menjatuhkan vonis 20 tahun penjara. Putusan ini lalu dikuatkan Pengadilan Tinggi Medan pada 27 Juli 2012. Tidak terima, JPU lalu mengajukan kasasi dengan hasil vonis Noerdin diperberat.
"Mengabulkan permohonan kasasi. Mengadili sendiri, menjatuhkan pidana kepada Noerdin dengan pidana penjara seumur hidup," putus majelis kasasi MA yang diadili oleh Dr Artidjo Alkostar, Prof Dr Surya Jaya dan Sri Mulyani.
Dalam putusan yang diketok pada 26 Februari 2013 lalu itu, majelis kasasi menilai Noerdin merupakan bagian dari sindikat peredaran gelap narkotika internasional. Hal ini terbukti dari sabu yang didapati bukan dari Indonesia. MA berkeyakinan hukuman Noerdin harus diperberat sebab salah satu mata rantai yang signifikan dalam peredaran gelap narkotika.
"Putusan 20 tahun penjara dalam judex factie (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi) menimbulkan disparitas dan ketidakadilan atau perlakuan diskriminatif terhadap pelaku tindak pidana narkoba. Sebab dalam perkara semacam itu dijatuhi hukuman rata-rata pidana seumur hidup," demikian alasan MA.
Adapun alasan yang meringankan sehingga MA tidak menjatuhkan hukuman mati karena terdakwa menyesal, belum pernah dihukum, berlaku sopan dan telah berjanji tidak akan mengulangi lagi di kemudian hari.
"Perbuatan terdakwa sangat membahayakan keselamatan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan manusia," ujarnya.
(asp/nrl)