"Pelaku itu sudah biadab, dia harus dipecat. Katanya dia masih aktif, karena masih sidang pidana umum. Saya dengan sidang kode etiknya belum karena harus menunggu putusan pengadilan umum lebih dahulu," ujar Marija kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (20/5/2013).
Ia khawatir, bila NE akan menyalahgunakan wewenangnya bila masih tercatat sebagai anggota kepolisian. Ia juga merasa ketakutan dengan berbagai intimidasi yang diduga dilakukan oknum tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus sodomi ini terjadi pada Februari 2013 silam. Saat itu, Marija melapor adanya tindak kekerasan seksual yang dialami anaknya, FF (5) ke Polres Jakarta Timur yang selanjutnya dilakukan visum di RS Polri Kramatjati. Namun hasil visum RS Polri kala itu menunjukkan tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan seksual pada dubur sang bocah.
Karena merasa tidak puas, kemudian keluarga korban kembali melakukan visum di RS Cipto Mangunkusumo dengan didampingi anggota Polres Jakarta Timur. Hasilnya, korban positif mengalami tindak kekerasan seksual.
Atas dasar hasil visum tersebut, Polres Jakarta Timur kemudian memproses laporan Marija. NE dan seorang pelaku lainnya bernama Saepul alias Ipul yang diketahui sebagai kuli bangunan, ditahan.
Kasus pun berlanjut hingga proses sidang. Kedua pelaku sudah berstatus sebagai terdakwa. Selasa (21/5) besok, sidang ke lima dengan agenda mendengarkan kesaksian korban.
"Besok sidang kelima hadirkan korban didampingi kedua orangtuanya," kata dia.
Kendati proses keadilan tengah ditegakkan, Marija masih khawatir dengan hasilnya nanti. Pasalnya, ia tidak dapat mengawasi jalannya sidang itu. Pengadilan Negeri Jakarta Timur melarang keluarga korban menghadiri sidang terdakwa.
" Saya kecewa dengan PN Jaktim karena kurang terbukanya jaksanya sama saya, sebagai korban, saya harus tahu dakwaannya seperti apa," kata dia.
"Selama ini saya ikut sidang dari tanggal 9 April kemarin, tanggal 10 April praperadilan. Saya dapat info mau sidang itu dari penyidik Polres, nyari-nyari sendiri, dari pengadilan gak pernah dikasih tahu," lanjutnya lagi.
Selain itu, ia juga mempertanyakan pemeriksaan Propam terhadap dr. Di, dokter yang memvisum korban di RS Polri. Ia menduga, dr. Di mengeluarkan hasil visum palsu karena adanya kedekatan dengan terdakwa Briptu NE.
"Masa hasil visum ada dua. Pertama negatif, kemudian kedua haislnya positif. Itu pun karena saya visum ke RSCM dan hasilnya positif. Karena adanya visum RSCM itu, dokter di RS Polri kembali mengeluarkan visum yang hasilnya positif," jelas dia.
dr. Di dilaporkan Marija ke Propam Polda Metro Jaya pada tanggal 17 April 2013. Namun hingga kini, ia belum mengetahui perkembangan penyelidikan dokter tersebut di Propam.
"Sampai sekarang saya tidak tahu bagaimana hasil pemeriksaan dokter itu," kata dia.
(mei/lh)