Selain ketiganya, masih banyak para pembunuh kejam yang telah dijatuhi vonis mati tetapi belum dieksekusi. Sebagian menunggu grasi, sebagian tinggal menunggu mati di depan tim eksekusi.
"Lamanya waktu tunggu dan kesempatan upaya hukum yang ditempuh juga dijadikan pertimbangan eksekusi mati. Dengan pertimbangan agar eksekusi mati tidak terjadi kekeliruan secara hukum dan human error karena eksekusi pidana mati tidak bisa diralat atau diulangi," kata pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Dr Mudzakkir saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (18/5/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Very Idham Henyansyah (Ryan)
|
PN Depok menjatuhkan hukuman mati terhadap Ryan pada sidang 6 April 2009 silam. Ryan terbukti bersalah melakukan pembunuhan terhadap Heri Santoso di apartemen milik Novel (teman Ryan) di Margonda Residence, Depok.
Tidak terima, Ryan banding dan kasasi. Namun di dua peradilan ini, majelis hakim tetap bersikukuh Ryan harus dihukum mati. Masih tidak terima, Ryan menggunakan upaya hukum luar biasa PK. 3 Hakim agung tingkat PK, Artidjo Alkostar, Salman Luthan dan Gayus Lumbuun menolak PK Ryan.
Upaya Ryan satu-satunya tinggal grasi supaya terselamatkan timah panas regu tembak.
2. Baekuni alias Babe
|
Jaksa pun banding dan dikabulkan. Pada 13 Desember 2010, vonis ini diperberat menjadi hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dalam perkara nomor PT 386/Pid/2010/PT. DKI. Atas vonis sesuai tuntutan JPU ini, Babe mengajukan kasasi tapi ditolak.
Vonis kasasi yang diketok pada 21 April 2011 silam ini dijatuhkan oleh ketua majelis Djoko Sarwoko dengan anggota Prof Dr Surya Jaya dan Dr Salman Luthan. Duduk sebagai panitera pengganti Rahayuningsih.
Pembunuh disertai mutilasi terhadap 14 anak itu masih diberikan kesempatan PK dan grasi ke presiden.
3. Rahmat Awafi
|
Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Rahmat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Perkara nomor 254 K/PID/2013 diadili pada 30 April 2013 dengan ketua majelis hakim Timur Manurung dan anggota Dr Dudu D Machmuddin dan Prof Dr Gayus Lumbuun.
Di Pengadilan Negeri Jakara Utara (PN Jakut) dan Pengadilan Tinggi Jakarta, Rahmat hanya divonis 15 tahun penjara.
Rahmat membunuh Hertati pada 14 Oktober 2011 dengan cara membekapnya hingga lemas. Kemudian menusuk perut Hartati dengan sebilah pisau. Anak Hertati, ER, juga dihabisi setelah melihat ibunya tewas.
Kedua mayat tersebut dibuang di 2 tempat terpisah yaitu di Jalan Kurnia, Gang D, Koja, Jakarta Utara dan di kawasan Cakung, Jakarta Timur, setelah dimasukkan ke dalam koper dan kardus.
Rahmat pun tinggal punya dua kesempatan untuk lolos dari tembakan tim eksekusi yaitu PK dan grasi.
4. Gunawan Santoso
|
Pada September 2003, polisi menangkap Gunawan di Griya Kemayoran. Pada 30 Maret 2004 Gunawan mencoba kabur saat dibawa dari Rutan Salemba menuju Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dia kabur saat lalu lintas sedang macet di Johar Baru, Jakarta Pusat.
Namun dia berhasil ditangkap lagi di Cempaka Putih dan menderita luka tembak di pinggangnya akibat letusan pistol yang dibawanya sendiri. Pada 24 Juni 2004 Gunawan dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim.
Dua tahun setelah itu Gunawan mengajukan banding dan kasasi tetapi ditolak seluruhnya. Pada 5 Mei 2006 Gunawan kabur dari selnya di LP Narkotika Cipinang, Jakarta Timur dengan menyuap petugas. Pelarian Gunawan berakhir pada 20 Juli 2007 Gunawan saat jalan-jalan di lobi Plaza Senayan.
Gunawan kini menghuni LP Nusakambangan. Dia belum mengajukan PK atau grasi.
5. Harnoko Dewantoro alias Oki
|
Pembunuhan tersebut terjadi di Los Angeles, AS. Atas berbagai upaya, Oki ahirnya bisa diadili di Indonesia.
Saat ini Oki tengah mengajukan grasi tetapi belum mendapat jawaban.
Halaman 2 dari 6