Massa dari berbagai elemen anti korupsi itu datang berombongan, Kamis (16/5/2013). Salah satu perwakilan massa adalah peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah mada (UGM), Hasrul Halili. Sedangkan dari pengurus DPW PKS DIY yang hadir diantaranya Bendahara Umum, Huda Tri Yudiana.
"Kami ke sini untuk menyampaikan surat terbuka berisi surat edaran dari Mabes Polri terkait kasus korupsi yang ada," Hasrul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Surat edaran itu tertanggal 7 Maret 2005, Polri telah mengeluarkan Surat Edaran Bareskrim No.Pol:B/345/III/2005/Bareskrim perihal permohonan perlindungan saksi/pelapor yang menhimbau kepada jajaran kepolisian di daerah di Indonesia agar mendahulukan penanganan laporan kasus korupsi dan menunda laporan pencemaran nama baik dari pihak-pihak yang merasa dicemarkan namanya dengan adanya laporan sebuah skandal korupsi.
"Surat edaran ini sudah jelas. Ini sebagai referensi bagi PKS, untuk mengevaluasi kembali, karena itu PKS tidak perlu melakukan hal-hal yang melawan misalnya melakukan pelaporan pencemaran nama baik," katanya.
Hasrul mengatakan hendaknya kasus korupsi daging impor ini menjadi golden opportunity bagi KPK dan menjadi jalan membuka dan membongkar kasus korupsi di sektor pertanian. Karena itu KPK harus tetap fokus pada kasus dugaan korupsi dan pencucian uang yang dilakukan LHI.
"Bukan pada isu-isu teknis yang sengaja untuk mengalihkan perhatian," katanya.
Menurutnya, jangan sampai terjadi politisasi terhadap kasus ini. "Kasus pelaporan KPK kemudian menjadi juru bicara KPK Johan Budi menunjukkan bila PKS tidak konsisten. Dikhawatirkan dapat mengganggu hubungan baik antar lembaga yang sudah ada saat ini," tegas Hasrul.
Sementara itu, Bendahara Umum DPW PKS, Huda Tri Yudiana mengatakan pKS tidak bermaksud melakukan kriminalisasi terhadap KPK. Namun PKS berusaha mengingatkan KPK agar bekerja lebih baik.
(bgs/try)