"UU Pencucian Uang harus digunakan semaksimal mungkin pada tersangka korupsi. Ini adalah awalan strategi menuju pemiskinan koruptor. Kita tahu, efek jera pemenjaraan saja tak cukup, koruptor harus dimiskinkan. Aset hasil kejahatan dirampas untuk negara," kata peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah, Kamis (16/5/2013).
Febri menjelaskan, proses "pemiskinan koruptor" dilakukan dengan cara penyitaan terhadap aset yang diduga hasil kejahatan. Kemudian di persidangan, sesuai Pasal 77, terdakwa wajib membuktikan bahwa kekayaannya bukan dari kejahatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambahkan, perlu ditegaskan juga, pasal 69 UU No.8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang mengatur bahwa predicate crime atau tindak pidana asal tidak harus dibuktikan terlebih dahulu.
"Jadi, jangan terjebak dengan logika bahwa penegak hukum harus buktikan dulu korupsinya, kemudian barulah hasil kejahatan bisa diproses UU Pencucian Uang," imbuhnya.
Jadi langkah pemiskinan koruptor melalui penjeratan pidana pencucian uang wajib dikenakan KPK pada para tersangka korupsi. "Sejumlah putusan pengadilan telah menguatkan langkah hukum KPK untuk gunakan UU Pencucian Uang dan UU Tipikor tanpa harus membuktikan terlebih dahulu korupsinya. KPK jangan gentar, publik mendukung upaya pemiskinan koruptor," tambahnya lagi.
(ndr/gah)