Kedua orang tersebut yaitu pegawai Merpati Nusantara Arief Poyuono dan pegawai BTN Satya Wijayantara. Keduanya khawatir jika menteri yang nyaleg akan memanfaatkan jabatan mereka.
"Kalau karyawan saja diharuskan mundur, menteri yang jauh lebih besar kewenangannya juga harus mundur," kata kuasa hukum para pemohon, Habiburokhman saat mendaftarkan gugatan ke gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (13/5/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Habiburokhman mencatat ada 10 menteri yang saat ini mendaftar sebagai caleg. Ia juga khawatir terjadi pemanfaatan jabatan untuk menunjang proses pencalonan.
"Kami juga khawatir penyelewengan anggaran, kebijakan, dan program kementerian untuk keuntungan menteri pribadi sebagai caleg," ujar Habiburokhman.
Sementara para pemohon mengaku telah mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai PNS karena terdaftar sebagai caleg. Mereka menilai jika pemimpin mereka saja tidak memberikan contoh yang baik, bagaimana ketika menjadi wakil rakyat nantinya.
"Pasal yang dilanggar dengan tidak adanya syarat menteri harus mundur itu pasal 22 huruf e dan pasal 28 huruf d UUD 1945," ujar Habiburokhman.
Pasal 22 huruf e mengatur azas pemilu yang adil, dan pasal 28 huruf d mengatur kesamaan di hadapan hukum.
"Jadi kalau menteri tidak dipaksa mundur berarti pemilu itu tidak adil. Tanpa adanya syarat menteri harus mundur maka tidak ada kesamaan dimuka hukum," terang Habiburokhman menyudahi perbincangan.
(vid/asp)