"Majelis hakim tidak mengungkapkan fakta-fakta dalam persidangan," kata Ricksy usai persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan HR Rasuna Said, Jaksel, Selasa (7/5/2013) malam.
Ricksy menjelaskan, proses tender bioremediasi dengan Chevron tidak mensyaratkan adanya izin yang harus dimiliki PT GPI dalam pekerjaan bioremediasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ricksy menegaskan, pelaksanaan proyek bioremediasi tidak bertentangan dengan Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 128/2003. "Kami, PT GPI tidak pernah tahu ini pembayaran dri cost recovery. Semua dari perusahaan Chevron karena dalam tender dan kontrak dijelaskan demikian," terangnya.
Selain 5 tahun penjara, Ricksy dihukum membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Perusahaan Ricksy, PT GPI diwajibkan membayar uang pengganti US$ 3,089.
Majelis hakim menyatakan Ricksy terbukti bersalah melanggar hukum karena perusahaannya tidak mengantongi izin pekerjaan bioremediasi sebagaimana disyaratkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun.
"Terdakwa mengetahui PT GPI bukan perusahaan pengolahan limbah bioremediasi yang mendapat izin Kementerian Lingkungan Hidup tapi tetap melakukan pengerjaan pengolahan limbah," tutur hakim ketua Sudharmawatiningsih.
Selain itu pelaksanaan pekerjaan bioremediasi yang dilakukan PT GPI tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128/2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah.
Proyek bioremediasi tahun 2006-20011 juga merugikan keuangan negara US$ 3,089 juta. Kerugian ini terjadi karena PT Chevron memperhitungkan biaya proyek bioremediasi dengan mekanisme cost recovery.
(fdn/mok)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini