"Sangat lazim seorang suami membeli suatu benda atau aset diatasnamakan istri atau anak-anak namun sangat jauh dari tujuan menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan aset," kata anggota penasihat hukum Irjen Djoko, Tumbur Simanjuntak membacakan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Selasa (30/4/2013).
"Sangat kacau dan mengerikan sekali apabila dalam setiap perbuatan kehidupan berumah tangga selalu dilekatkan dengan asumsi-asumsi yang dibangun hanya untuk menjatuhkan dan menjerat seseorang melalui tindak pidana pencucian uang," imbuh Tumbur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apakah Penyidik KPK berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang tahun 2003-Oktober 2010, sedangkan penyidik tidak pernah melakukan penyidikan tindak pidana asalnya?" ujar Tumbur.
Dia menjelaskan, Pasal 74 UU Nomor 8/2010 tentang TPPU menentukan syarat kewenangan penyidik tindak pidana asal yaitu apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang. Bukti permulaan yang cukup itu diperoleh saat melakukan penyidikan tindak pidana asal.
"Menjadi pertanyaan, apakah penyidik KPK pernah melakukan penyidikan tindak pidana korupsi terhadap terdakwa dengan tempus delicti tahun 2003- Oktober 2010?" ujar Tumbur.
Kenyataannya penyidik KPK sebut dia tidak pernah melakukan penyidikan tindak pidana korupsi
dalam kurun waktu tahun 2003-Oktober 2010 terhadap Irjen Djoko. Karena itu, penyidik KPK dianggap tidak berwenang melakukan penyidikan TPPU tahun 2003 s/d Oktober 2010.
"Karena penyidik KPK tidak berwenang melakukan penyidikan TPPU dengan tempus delicti tahun 2003-Oktober 2010, maka berkas perkara hasil penyidikan terhadap terdakwa Djoko menjadi tidak sah," kata Tumbur.
(fdn/fjr)