"Ini pembangkangan dan ketidaktaatan seseorang kepada hukum. Sangat disayangkan. Dia sudah ditentukan sebagai buron, terlepas dari apa itu salah ketik nomor dan tidak ada perintah penahanan. Putusan MA adalah yang tertinggi. Dia itu penegak hukum, ini sudah sampai pada pengangkangan hukum," ujar ahli hukum dari Universitas Trisakti, Yenti Garnasih kepada detikcom, Selasa (30/4/2013).
"Lalu apa bedanya dengan Nazaruddin? Pencatatan hukum selama bukan buram tapi pekat. Mau lari sampai kapan? Muncul di Youtube, sama saja ngejek dan kekanak-kanakkan yang menjatuhkan kewibaan hukum di Indonesia," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Betapa sulitnya mengeksekusi orang yang bersalah karena korupsi Rp 4,5 miliar. Tapi ketika orang korupsi Rp 100 juta kok gampang banget," lanjutnya.
Dia mengatakan bahwa Kejaksaan Agung harus bekerja maksimal untuk menyelesaikan tugasnya mengeksekusi Susno. Sebab, sebagai perwakilan negara, Kejagung sedang mempertaruhkan kewibawaan dan kredibilitasnya. Demikian pula dengan kepolisian.
"Jika tidak mendukung Kejagung, ini akan menjatuhkan kewibawaan polisi. Posisi polisi semakin dilematis, semakin memperburuk penegakan hukum di Indonesia," kata Yenti.
Sedangkan jika terbukti menghalang-halangi, sama saja dengan tindak pidana. "Sementara dia (Susno) malah berterimakasih. Menghalang-halangi peneggakan hukum itu tidak pidana," imbuh Yenti.
(sip/mok)