"Ada dua hal dari segi legal dan etika politiknya. Namun kemudian napi pun terbagi dua, kalau dia napi karena politik itu malah orang sangat mendukung, tapi kalau napi kriminal itu lain lagi soalnya, termasuk juga napi mantan koruptor," kata JK usai acara forum eksekutif 'Demokrasi Indonesia Apa yang Salah?" di Gedung Smesco, Jl Gatot Subroto, Jaksel, Kamis (25/4/2013).
Menurut JK, menjadi mantan napi karena kasus koruptor otomatis elektabilitasnya rendah. Karena itu nyaleg juga tidak ada gunanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentu partai juga akan berhitung sebelum mengusung mantan napi, apalagi koruptor. Partai yang mengusulkan bekas napi itu, menurut JK, juga sulit terpilih.
"Dari segi hukum kan aturannya di bawah lima tahun itu bisa mencalonkan jadi dari segi legal tidak melanggar aturan, tapi untuk terpilih untuk menjadi legislatifnya itu akan susah. Dan etika suatu partai yang bersih tentu tidak sesuai. Etika politiknya tidak sesuai," jelas JK.
Namun tentu semua orang berhak memilih dan dipilih di Pemilu 2014. Meskipun pada akhirnya rakyat yang menentukan.
"Karena uji publik itu saat Pemilu, kalau rakyat tidak suka ya jangan dipilih. Jadi uji publik itu terjadi pas pemilu itu sendiri. Jadi tidak perlu, uji pulik pas pemilihan. Jadi masyarakat harus bisa memilih secara cerdas soal wakil-wakilnya itu," tandasnya.
(van/nrl)